Kasus Penjualan Bayi di Bogor, Polisi Belum Tetapkan Tersangka
Sabtu, 3 Juli 2010 11:03 WIB
TEMPO Interaktif, Bogor: Polisi belum menetapkan seorangpun sebagai tersangka dalam kasus duggan trafficking (perdagangan manusia) yang menimpa tiga bayi di Yayasan Permata Hati, Kota Bogor. ''Kami masih melakukan penyidikan dan dalam tahap mengumpulkan bukti-bukti untuk menetapkan tersangka,'' ujar Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polresta Bogor Ipda Ika shanty, Sabtu (3/7).
Menurut Ika, penyidik sudah mendapat keterangan dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Dyah Ayu Maliana, 35 tahun, ibu bayi yang diduga korban trafficking, juga sudah diperiksa sebagai saksi. Dyah tinggal di Jalan Anggrek IV No 18 RT 011/003 Bintaro Jakarta Selatan. Pemeriksaan berlangsung semalam di Polresta Bogor. ''Rencananya Senin kami panggil Dinkes Kota Bogor dan Penyelola Pemilik Yayasan Permata Hati, untuk dimintai keterangan,'' kata Ika.
KPAI menemukan adanya indikasi praktek penjualan anak yang dilakukan Yayasan Permata Hati, yang beralamat di Jalan Roda Lebak Pasar, Bogor. Anggota Kelompok Kerja KPAI, M. Rizki Nasution, mengungkapkan, saat yayasan itu digerebek Kamis lalu, KPAI menemukan dua bayi perempuan dan satu bayi laki-laki dalam keadaan sakit, dan 16 anak yang diduga siap dijual.
''Mereka cuma diasuh satu orang, sementara pengurusnya tinggal di Jakarta. Itu termasuk penelantaran,'' katanya saat melapor ke Polres Kota Bogor dua hari lalu. Indikasi lainnya, pada data Dinas Sosial Bogor tidak ada nama Yayasan Permata Hati. Kalaupun ada yayasan dengan alamat yang sama, namanya adalah Yayasan Tenaga Kerja Kesejahteraan Sukarela. Namun izin yayasan itu juga sudah habis pada 2007.
Terbongkarnya kegiatan yang dilakukan Yayasan Permata Hari bermula dari laporan ibu salah satu bayi, bernama Dyah Ayu Maliana, kepada KPAI. Dia mengadu karena bayi yang dilahirkannya di sebuah rumah sakit di Depok belum juga kembali ke pangkuannya setelah tiga bulan.
Menurut Dyah, bayi tersebut ditahan Yayasan Permata Hati dengan alasan ia belum melunasi biaya persalinan dan operasi sebesar Rp 10 juta. Berdasarkan laporan tersebut, KPAI bersama Polres Bogor menggerebek yayasan tersebut.
Ketua KPAI Hadi Supeno mengimbuhkan, modus yang dilakukan oleh Yayasan Permata Hati itu adalah berpura-pura membantu biaya persalinan warga yang tidak mampu. Tapi, ''Usai anak itu lahir, anaknya akan dijual ke orang lain dengan harga mencapai belasan juta rupiah,” ujarnya saat meninjau kondisi ketiga bayi di Rumah Sakit Islam Budi Agung, Bogor.
Berdasarkan bukti-bukti permulaan tersebut, KPAI kemudian melaporkan yayasan ini kepada Polres Kota Bogor, dengan tuduhan melakukan perekrutan dan perdagangan anak.
Sependapat dengan KPAI, Direktur Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial Makmur Sunusi menyatakan, ada kemungkinan Yayasan Permata Hati telah melakukan praktek penjualan anak serta adopsi ilegal. Makmur menuturkan, tidak sembarang yayasan bisa mendapatkan izin adopsi. Di Indonesia hanya ada dua yayasan yang boleh melakukan adopsi, yakni Yayasan Sayap Ibu di Jakarta dan Matahari Terbit di Surabaya.
Ketika dihubungi, Ketua Yayasan Permata Hati Dina Mayasari membantah tuduhan KPAI. Dia menceritakan bahwa Dyah mengirim surat permintaan bantuan kepada Yayasan sebanyak dua kali pada April 2010. ''Sebelum kami bantu, ada persyaratan tidak menuntut anaknya (dikembalikan) jika ada orang tua asuh yang berminat merawatnya. Jadi, kami rasa Ibu Dyah keliru (menuntut),” kata Dina.
Bahkan, kata dia, dalam perjanjian di atas meterai, Dyah menyetujui jika kelak anaknya dirawat oleh orang yang menghendakinya. Bahkan, dalam suratnya, Dyah meminta orang tua asuh anaknya adalah muslim yang taat.
Tak ketinggalan, Dyah menceritakan kronologi kehamilan anak ketiganya itu saat dirinya sudah berstatus janda. “Kata Ibu Dyah, kehamilannya karena dirinya diperkosa atasannya saat mereka bertugas ke luar kota,” tutur Dina.
DIKI SUDRAJAT