Menurut dia, sistem contra-flow memiliki risiko tinggi. Ia meminta dilakukan kajian secara komprehensif, dari aspek teknis hingga yuridis, mengenai wacana tersebut. "Selain itu, perlu uji coba khusus sehingga saat dimulai tidak mengganggu," ujar Sutarman.
Jika pengendara kendaraan bermotor di Jakarta tertib, kata Sutarman, sebenarnya sistem melawan arah tersebut tidak perlu dilakukan. Namun, karena kesadaran pengendara Jakarta rendah, ia mendukung penerapan wacana tersebut. "Bisa efektif mencegah orang serobot jalur Transjakarta.”
Penerapan contra-flow juga bisa mengurangi jumlah polisi yang menjaga jalur busway. Saat ini, kata Sutarman, Polda Metro Jaya menerjunkan sekitar 400 personel untuk mencegah pengemudi kendaraan lain menyerobot jalur Transjakarta. Namun ia belum bisa memastikan efektivitas contra-flow atau penambahan portal otomatis. "Masih perlu dikaji itu, mana yang lebih efektif," Sutarman menambahkan.
Bila aplikasi contra-flow justru membuat kemacetan di jalur reguler semakin parah, Sutarman menilainya lebih baik. Warga Jakarta, menurut dia, akan terdorong untuk berpindah ke Transjakarta. "Itu tujuannya. Macet biar orang-orang naik Transjakarta," Sutarman menegaskan.
Operator Transjakarta pun tidak keberatan dengan penerapan sistem melawan arah. "Asalkan jalurnya steril 100 persen, tidak ada gangguan," ujar I Gusti Ngurah Oka, Direktur Operasional Jakarta Trans Metropolitan, konsorsium koridor IV dan VI, dalam kesempatan terpisah.
"Dari sisi operator, siap. Sopir pun saya kira tidak akan ada masalah. Dan saya pikir tidak akan ada tambahan investasi dari operator." Selama ini contra-flow ternyata sering diterapkan di jalur Jalan Tambak sejauh 500 meter saat terjadi kemacetan.
Hal senada diungkapkan oleh Manajer Pengendalian Badan Layanan Umum Transjakarta, Gunardjo. Sebagai pelaksana, pihaknya akan berusaha memenuhi kelengkapan rambu-rambu untuk kebijakan tersebut. Namun diakuinya, infrastruktur busway masih perlu penambahan agar lebih baik.
Namun pramudi—sebutan bagi pengemudi bus Transjakarta—sebagai ujung tombak penerapan contra-flow, justru tak setuju. “Ribet. Mending pakai jalur yang sudah ada,” ucap Mamat, pramudi koridor I Blok M-Kota . Ia menilai sistem ini akan menyulitkan pramudi dan pengguna jalan lainnya. Sedangkan Purwanto, pramudi yang sudah bekerja sejak 2004, menganggap contra-flow justru akan membahayakan pengguna jalan. Ia juga menilai rencana dibuatnya palang pintu otomatis bagi bus Transjakarta juga tidak menjamin, karena mesin sewaktu-waktu bisa korsleting atau rusak. “Nanti (palang pintu) malah tidak terbuka,” ucapnya.
Purwanto menganggap bus Transjakarta sebaiknya tetap menggunakan jalur yang sudah ada. “Yang penting ada petugas yang berjaga di jalan selama bus beroperasi. Jam 5 sampai 10 malam,” katanya. Purwanto melihat petugas yang berjaga tidak selalu ada, apalagi saat hujan. “Namanya tugas. Padahal kan bisa persiapan, pakai jas hujan,” ujarnya.
ARIE FIRDAUS | ANNISA ANINDITYA WIBAWA | ALWAN RIDHA RAMDANI | SITA