Yenny Soal Diskusi Salihara: Negara Kok Kalah dengan Ormas
Reporter
Editor
Minggu, 6 Mei 2012 14:58 WIB
Yenny Wahid. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
TEMPO.CO, Jakarta - Putri mantan Presiden Abdurrahman Wahid, Yenny Wahid, menyayangkan langkah polisi membubarkan acara diskusi dan peluncuran buku tokoh feminis Irshad Manji bertajuk Allah, Liberty & Love di Gedung Salihara, Jumat, 4 Mei 2012. Pembubaran itu menunjukkan negara kalah menghadapi desakan pihak tertentu.
“Negara jangan tunduk pada ormas (organisasi masyarakat),” kata Yenny saat dihubungi pada Sabtu, 5 Mei 2012.
Pembubaran dilakukan setelah acara itu diprotes massa Front Pembela Islam (FPI). Acara diskusi yang digelar Jumat 4 Mei 2012 dimulai sekitar pukul 19.30. Irshad Manji memulai paparan materi, tapi kemudian diinterupsi polisi. Polisi meminta peserta diskusi membubarkan diri. Sementara di luar gedung berkumpul massa bersorban putih yang meneriakkan “Allahu Akbar” dan “Bubarkan”.
Yenny mengatakan seharusnya polisi tidak membubarkan acara diskusi. Ia menilai acara diskusi itu diadakan tanpa melanggar aturan karena diadakan di ruang privat. “Peserta diskusi toh tenang-tenang saja di dalam,” katanya.
Ia mengatakan demonstrasi yang dilakukan massa FPI di luar gedung komunitas Salihara pun perlu difasilitasi. Sebab mereka berhak menyatakan ketidaksetujuan dengan materi yang akan disampaikan Irshad. Yang perlu ditindak, kata Yenny, adalah mereka yang berbuat onar. “Boleh tidak setuju. Tapi begitu menggunakan kekerasan, mereka harus ditindak,” ujarnya.
Yenny menegaskan seharusnya FPI menggunakan cara-cara lain untuk mengutarakan perbedaan pendapat. FPI bisa mengadakan forum untuk menyatakan ketidaksetujuan mereka atas materi Irshad. FPI juga bisa melakukan demonstrasi damai. “Ide harus dilawan dengan ide,” katanya.
Jika cara-cara kekerasan dibiarkan, kejadian serupa berpotensi terulang. “Kalah oleh premanisme akhirnya yang terjadi hukum rimba. Yang kuat yang menang,” ujarnya.