"Kalau soal penataan lokasi setuju, tapi kalau sampai mengubah manajemen pasar tradisional ke pasar modern itu sama dengan menghilangkan ruh atau entitas pasar Indonesia," ujar Ketua Umum APKLI Ahmad Rifai, saat dikonfirmasi, Kamis, 14 Februari 2013.
Manajemen pasar tradisional saat ini, menurut Ahmad, sudah bagus. Harga dibuat sesuai daya beli dan kemampuan masyarakat. Salah satu kendala utama pasar tradisional, kata dia, hanya penataan lokasi yang tidak baik. "Hanya itu kendala utamanya, yakni tempat. Kalau soal manajemennya tidak ada masalah," kata dia.
Di pasar tradisional, kata dia, terjadi komunikasi secara langsung antara pedagang dan masyarakat melalui proses tawar-menawar yang selama ini dilakukan warga Indonesia. Sedangkan di pasar modern hanya didasarkan pada ketentuan harga yang sudah tertera dalam barcode mesin komputer. "Pasar tradisional berdiri di atas identitas bangsa, bukan dari komputer yang diatur mesin hanya untuk keuntungan semata," kata dia.
Ahmad menyatakan pasar tradisional tumbuh ratusan tahun seiring berdirinya bangsa Indonesia, sehingga tidak melulu berorientasi pada keuntungan semata. Sedangkan pasar modern, menurut Ahmad, berangkat dari paham asing yang bersifat kapitalis. "Sejak awal konsep pasar tradisional dan modern sudah beda. Jangan mencampuradukkan kalau tidak mau rusak," ujarnya.
Swasembada Gula dan Bioetanol, Kementerian BUMN Gabungkan Danareksa-Perhutani
1 hari lalu
Swasembada Gula dan Bioetanol, Kementerian BUMN Gabungkan Danareksa-Perhutani
Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara atau BUMN Kartika Wirjoatmodjo menjelaskan keterlibatan Kementerian BUMN dalam proyek percepatan swasembada gula dan bioetanol.