Petugas Dinas Perhubungan DKI Jakarta menunjukkan stiker ganjil genap berhologram di Jakarta, Rabu (6/3). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana mulai menerapkan sistem pembatasan kendaraan ganjil genap pada April atau Mei 2013. TEMPO/Tony Hartawan
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta, Selamat Nurdin, mengkritik Dinas Perhubungan DKI Jakarta dan Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya terkait dengan rencana pembatasan kendaraan dengan sistem nomor ganjil-genap. "Ada dua matahari, polisi lalu lintas, dan Dinas Perhubungan," kata dia, Jumat, 14 Maret 2013.
Menurutnya, kedua instansi itu mengadakan perangkat yang sama, yaitu on-board unit (OBU). Ditlantas akan memanfaatkan OBU untuk pengawasan ganjil-genap secara elektronik. Sedangkan Dinas Perhubungan menggunakannya untuk jalan berbayar elektronik (electronic road pricing). "Akan terjadi overlapping operasional di tengah jalan. Ini pertanda pelaksanaan lantas perlu digarisbawahi, yang lakukan siapa?" kata Selamat.
Wakil Direktur Lalu Lintas Polda Metro, Ajun Komisaris Besar Sambodo Purnomo, membantah pihaknya menandingi Dinas Perhubungan dalam pengadaan OBU. "Kami bukan mau mengadakan OBU. Siapa pun yang adakan OBU tidak masalah. Daripada menambah masalah, sudah kasus simulator, ini lagi," ujarnya. "Yang penting pengawasan bersifat sistemik."
Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan DKI Udar Pristono menyatakan sampel OBU yang ditunjukkan Ditlantas bukan keluaran terbaru. "Ada lagi OBU yang memakai baterai litium."
Dia mengatakan setuju menggunakan OBU. Namun, "Masih dua tahun lagi." Menurutnya, butuh waktu untuk menyiapkan infrastruktur. "Kemajuan sistem harus diikuti, tapi butuh waktu." Karena itu, saat ini cukup dengan menggunakan stiker untuk pengawasan ganjil-genap. "Walaupun kuno tapi efektif."
Dalam pengawasan ganjil-genap, Dinas dan Polda sempat bertahan dalam rencana masing-masing. Dinas menginginkan pengawasan secara manual dengan stiker biru-merah. Sedangkan Polda menginginkan pengawasan secara elektronik.