Dua Kritik Tentang Transportasi untuk Jokowi
Editor
Yandi M rofiyandi TNR
Senin, 17 Juni 2013 05:38 WIB
TEMPO.CO, Jakarta--Ada dua kritik pada Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo terhadap dua program penting namun belum dilaksanakan. Dua program itu berada sepenuhnya di tangan Jokowi tanpa melibatkan kementerian atau Pemda lain.
Koran Tempo selama sepekan, mulai Senin 17 Juni 2013 akan membahas tentang persoalan Jakarta yang masih menjadi pekerjaan rumah Jokowi-Ahok. Kritik pertama adalah penanganan pejalan kaki dengan membangun trotoar. "Itu biayanya murah dan bisa langsung dirasakan masyarakat, dan itu adalah akses pertama untuk ke angkutan umum," kata Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia Danang Parikesit dalam diskusi di kantor Tempo, Selasa, 4 Juni 2013.
Menurut Danang, hingga kini pembangunan trotoar sama sekali belum dilirik Jokowi. Padahal selama ini Jokowi mengatakan ingin mendorong angkutan umum. "Tapi kalau orang mau ke angkutan umum saja susah, bagaimana dia mulai bisa mencintai angkutan umum. Karena itu program yang kami dorong dan belum dilakukan adalah investasi besar-besaran untuk pejalan kaki," ujar guru besar ilmu transportasi UGM ini.
Danang melanjutkan, hingga kini trotoar yang ada di Jakarta belum ada yang layak, misalnya berapa lebar trotoar yang tidak naik-turun. Padahal Jakarta harus punya, sekurang-kurangnya lebar trotoar adalah 1,5 meter. Selain itu pengawasan ketat trotoar juga harus dilakukan. Jangan sampai trotoar digunakan untuk pemotong, seperti yang selama ini kerap terjadi.
Kritik kedua adalah soal restrukturisasi trayek angkutan umum, seperti Kopaja, Metromini, Mikrolet. Selama 20 tahun terakhir, trayek-trayek angkutan umum itu tidak pernah direstrukturisasi. "Contohnya P20, sudah 20 tahun tidak berubah rutenya, meskipun orang sudah pindah rumah, pindah kantor, itu saja rutenya. Padahal kan karena adanya perubahan tata guna lahan, rumah pindah, kantor pindah, trayek juga harus menyesuaikan," kata Danang.
Dia mengingatkan, moda-moda transportasi seperti MRT, Busway, kereta komuter, dan monorel, maksimal hanya mengangkut 3 juta orang per hari. "Artinya, dengan pengguna angkutan umum yang cuma 14 persen, dan dengan mengasumsikan 60 persen warga pakai kendaraan pribadi, masih banyak warga yang tidak diangkut angkutan umum massal," kata dia.
Restrukturisasi trayek ini, kata Danang, harus diikuti dengan perubahan sistem lainnya. Tidak boleh lagi izin trayek seumur hidup. Selain itu, izin trayek juga diberikan dalam bentuk kontrak dan pemberlakuan sistem sebagaimana dilakukan pada TransJakarta. Sebagian risiko harus diambil pemerintah daerah, sehingga operator yakin dia bisa lakukan investasi. "Itu juga yang ingin kita lihat dilakukan Jokowi dalam waktu dekat. Karena itu urusan dia semua. Pertanyaannya, apakah Jokowi ingin melakukan restrukturisasi trayek?" kata Danang.
AMIRULLAH
Terhangat:
EDSUS HUT Jakarta | Kenaikan Harga BBM | Rusuh KJRI Jeddah
Baca juga:
Kongres Dukung Jokowi Presiden 2014 di Bandung
Jokowi Tolak Bayar Sewa Stan di PRJ Kemayoran
Ada 'Kartel' Kerak Telor di PRJ Kemayoran
Ahok Rela Taman Monas Rusak Karena PRJ