Sekjen federasi serikat guru Indonesia, Retno Listriarti (Tengah), Guru SMA 109 Jak-Sel, Judi Eviastuti (kedua dari kanan), Presedium federasi serikit guru Indonesia, Guntur Ismail (kedua dari kiri) saat konferensi pers di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Jakarta, Selasa (13/3). TEMPO/Aditia Noviansyah
TEMPO.CO, Jakarta - Federasi Serikat Guru Indonesia meminta Pemprov DKI Jakarta mewaspadai adanya praktek eksodus, alias perpindahan kartu keluarga (KK) dari sejumlah calon siswa dalam Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB) sistem zonasi. Perpindahan itu dilakukan agar mereka bisa mendaftar di sekolah-sekolah favorit yang kini harus menerima 45 persen siswa dari lingkungan di sekitarnya.
"Harus ada evaluasi terkait hal ini, apakah masih diperbolehkan atau tidak siswa pindah KK. Kalau perlu ada verfikasi tambahan soal asal dan domisili siswa," ujar Sekretaris Jenderal FSGI Retno Listyarti ketika dihubungi Tempo, Rabu, 3 Juli 2013.
Retno mengusulkan verifikasi soal asal tempat tinggal siswa tidak hanya mengandalkan KK saja. Dengan begitu, praktik berpindah KK secara mendadak bisa diminimalisir.
Retno sendiri beranggapan, jika praktik ini dipertahankan, kesempatan siswa lokal untuk masuk ke sekolah-sekolah unggulan di Jakarta bisa terancam. Pasalnya, terjadi pertambahan calon siswa secara mendadak dari luar Jakarta, akibat penggantian KK itu.
Menurut Retno, FSGI menerima banyak keluhan orang tua siswa soal maraknya praktik eksodus. Menurut keterangan para orang tua, hal ini membuat anak mereka terlempar dari persaingan untuk memperebutkan jatah kursi lewat jalur lokal.