"Dari dulu juga tidak ada yang suka saya jadi gubernur. Hanya saja untuk menjadi gubernur menurut aturan cukup 50+1 persen suara," ujar Ahok di Balai Kota, Selasa, 17 Juni 2014.
Menurut dia, penurunan elektabilitas Jokowi, calon presiden dari poros Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, di Jakarta sudah diprediksi dari awal. "Ya tidak ada efek. Emang saya harus ngapain?" katanya.
Jokowi, kata dia, sudah sangat sadar titik kelemahan ada pada dirinya yang berbeda agama. "Intinya bukan soal saya galak. Ini soal agama. Sekelompok orang tidak terima si kafir jadi gubernur," katanya.
Ia bercerita tentang proses pemilihannya sebagai pendamping Jokowi dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta. Waktu itu, dari sekian nama, mengerucutlah dua nama: Deddy Mizwar--kini Wakil Gubernur Jawa Barat--dan dia. Saat itu, hampir seluruh kalangan internal PDI Perjuangan cenderung kepada Deddy. Sebab, dia orang Betawi, muslim, dan aktor pula.
Tapi akhirnya yang terpilih adalah dia. "Ya nasib gua, nasib lu juga, kan. Siapa suruh lu pilih gua kemarin kan. Lu udah tahu gua galak dari Belitung Timur. Semua orang tahu sifat saya. Kalau benar bilang benar, kalau enggak bilang enggak. Kamu kalau enggak mau pilih saya lagi enggak usah pilih saya lagi."
Diberitakan sebelumnya, elektabilitas Jokowi diperkirakan turun di Jakarta. Menurut Ketua Dewan Pimpinan Daerah PDIP Jakarta Boy Sadikin, penurunan ini disebabkan oleh aturan bahwa Ahok bakal jadi gubernur jika Jokowi terpilih menjadi presiden. Hampir seluruh masyarakat Jakarta emoh Ahok jadi gubernur.