Kisah Kepala SMAN 3 Ditodong 'Polisi' Rp 100 Juta
Editor
Nurdin Saleh TNR
Sabtu, 21 Februari 2015 03:39 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Dering telepon genggam Retno Listyarti berbunyi ketika dia sedang duduk di ruangannya yang berada di ruang Kepala Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Jakarta pada 18 Februari 2015. Dia lalu menuju meja kerjanya dan mengangkat telepon yang masuk sekitar pukul 07.00 itu.
Begitu menerima panggilan telepon, terdengar suara pria yang bernada tinggi. Pria itu mengaku sebagai Kepala Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan Komisaris Besar Wahyu Hadiningrat. Mendengar nama itu, Retno sigap dan mendengarkan setiap kata yang dikeluarkan si penelepon.
Pembicaraan itu mulai mengarah pada permintaan uang damai. Penelepon mengira Retno sedang terkena masalah hukum saat dia datang ke Polres Metro Jakarta Selatan pada 17 Februari 2015. "Dia meminta Rp 20 juta untuk uang muka damai," katanya ketika dihubungi, Jumat, 20 Februari 2015.
Padahal saat itu Retno meminta perlindungan keamanan karena diancam dibunuh dan dimaki-maki pada situs microblogging Twitter oleh siswanya. Ancaman itu datang setelah SMAN 3 memberikan skors kepada enam siswa kelas XII selama 39 hari, dari 11 Februari hingga 9 Maret dan 16 Maret hingga 13 April.
Pemberian skors kepada HJ, 16 tahun, PR (17), AEM (17), EM (17), MR (17) dan PC (17) itu dilakukan karena mereka diduga mengeroyok warga sekitar, Erick, 30 tahun. Setelah meminta pengamanan ke Polres Jakarta Selatan, Retno dirujuk ke Kepolisian Sektor Setiabudi agar proses pengamanan dan koordinasi lebih mudah. Sebab, lokasi Polsek Setiabudi dengan SMAN 3 berdekatan.
Selanjutnya: Pria yang mengaku polisi itu minta uang sumbangan Rp 100 juta.
<!--more-->
Telepon yang berlangsung selama lima menit itu berakhir, dan Retno tidak menyanggupi permintaan si penelepon. Setelah itu, Retno mendapat laporan dari rekan kerjanya di SMAN 3 bahwa ada seseorang yang menelepon ke sekolah dan meminta nomornya. "Saya duga dia dapat nomor saya setelah meminta ke sekolah," ujarnya.
Selang dua jam kemudian, sekitar pukul 09.00, telepon genggam Retno berbunyi dengan tampilan nomor yang tidak dikenalnya. Dia kembali mengangkat telepon itu. Lagi, suara pria yang menjadi lawan bicaranya.
Berbeda dengan penelepon pertama, suara pria ini sopan dan mengatasnamakan Wahyu Hadiningrat. Karena mendapat telepon serupa sebelumnya, Retno tidak terlalu serius menanggapi telepon itu, tetapi tetap melayaninya.
Dalam pembicaraan, pria tersebut kembali menyinggung kasus SMAN 3. Retno mengatakan penelepon itu meminta bantuan dana untuk Polres Metro Jakarta Selatan. "Dia minta Rp 100 juta karena Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara belum turun," katanya.
Sekitar sepuluh menit, telepon itu berakhir. Retno tidak menyanggupi permintaan tersebut. Lalu dia menelepon Kepala Kepolisian Sektor Setiabudi Ajun Komisaris Besar Audie Latuheru untuk memastikan apa benar nomor itu milik Wahyu.
Retno mendapat penjelasan bahwa itu bukan nomor Wahyu. Dia pun diberikan nomor Wahyu oleh Audie. Retno lalu melaporkan kejadian itu melalui pesan kepada Wahyu.
Walaupun mendapat ancaman dibunuh dan pemerasan, Retno mengaku tidak mau melaporkan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. Alasannya, dia melindungi siswa. "Siswa yang terkena skors itu belum paham hukum," tuturnya.
Kepala Polres Jakarta Selatan Komisaris Besar Wahyu Hadiningrat mengatakan jangan percaya telepon yang mengatasnamakan dia. Apalagi jika membicarakan uang damai dan meminta uang untuk Polres Jakarta Selatan. "Segera laporkan ke kami," ucapnya.
HUSSEIN ABRI YUSUF