Kisah Pengungsi Kebakaran yang Berebut Mi Instan
Editor
MC Nieke Indrietta Baiduri
Kamis, 26 Februari 2015 02:59 WIB
TEMPO.CO, Jakarta: Rohayah, 45 tahun, harus tinggal di kolong jembatan rel dekat Stasiun Sawah Besar, Jakarta Pusat, sejak Senin, 23 Februari 2015. Rumahnya di Jalan Karang Anyar, RT 07 RW 01, habis dilalap api.
Tak ada perabot maupun surat-surat yang berhasil dia selamatkan. Dia cuma bisa menggendong anak laki-lakinya yang sedang sakit. Alhasil, hanya tas dan pakaian yang melekat di badannya yang masih tersisa.
Layaknya pengungsi, Rohayah cuma bisa mengandalkan bantuan untuk mencukupi kebutuhan sandang dan makanan. Barang yang lazim diberikan ialah pakaian layak pakai dan mi instan. Barang inilah yang menjadi rebutan pengungsi. "Adanya mi instan, mau enggak mau harus makan itu," kata dia kepada Tempo, Rabu, 25 Februari 2015.
Rohayah menceritakan pembagian mi instan selalu diwarnai protes. Sebab, pemberian kepada warga dinilai tak adil. Contohnya, kata dia, keluarganya beranggotakan lima orang, tapi cuma dapat jatah tiga bungkus mi. "Dua anggota keluarga saya kan mau mencicipi mi instan juga," ujarnya.
Ibu satu anak ini menyebut meski Palang Merah Indonesia sudah menyediakan kebutuhan logistik rutin, pengungsi tetap ingin memperoleh bantuan. "Di sini kan rame, kalau lihat tetangga dapat bantuan rasanya ingin minta juga," Rohayah menuturkan.
Ketua RT 07, Neneng Nuraeni, menjelaskan bantuan yang dikumpulkan di tempatnya tergolong sedikit. Tiap hari, kata dia, lima kardus mi instan diterima. Namun, dia harus membagi kepada 245 warga. "Saya berusaha adil, tapi masih saja diprotes warga," kata dia.
Lurah Karang Anyar, Agus Yachya, menjelaskan pengurus lingkungan harusnya memberi pengertian pada warganya ihwal jumlah bantuan yang diterima. Tak mungkin jumlah bantuan yang terbatas disebar merata. Dia mengatakan barangkali bantuan mi instan tak dapat, namun kesempatan lain mendapat bantuan makanan cepat saji. "Tak bisa sama rata sama rasa, warga harus memahami tiap bantuan jumlahnya terbatas," kata Agus.
RAYMUNDUS RIKANG