Tolak Rekomendasi BPK, Ini Penjelasan Ahok

Reporter

Rabu, 8 Juli 2015 15:31 WIB

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mendatangi Stasiun Jakarta Kota untuk menaiki KRL dengan gerbong khusus bertemakan sejarah transportasi Ibu Kota yang diluncurkan di Jakarta, 21 Juni 2015. TEMPO/M IQBAL ICHSAN

TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menolak rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan ihwal Rumah Sakit Sumber Waras, Jakarta Barat. Menurut Ahok, sapaan akrab Basuki, tindakan Pemerintah Provinsi DKI membeli tanah seluas 3,7 hektare untuk rumah sakit itu sudah tepat.

"Saya tak terima dibilang pembelian lahan itu kemahalan," kata Ahok saat ditemui di Lapangan IRTI Monas, Jakarta Pusat, Rabu, 8 Juli 2015.

Ahok menambahkan, pemerintah DKI membayar harga lahan itu sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Dalam aturan tersebut dikatakan pembelian tanah di bawah 5 hektare, selama harganya mengikuti appraisal dan bersertifikat, bisa langsung dibeli pemerintah daerah.

Karena itu, pemerintah DKI langsung membeli lahan RS Sumber Waras pada 2014. Bahkan, kata Ahok, karena harga nilai jual obyek pajak (NJOP) lahan itu di bawah harga appraisal, Pemprov DKI membelinya sesuai dengan NJOP, yaitu Rp 880 miliar. Namun audit BPK menyatakan harga pembelian ini lebih mahal Rp 191 miliar dibanding harga yang wajar berdasarkan NJOP bangunan sekitarnya.

"Masalahnya, BPK membandingkan NJOP tahun 2013 dengan 2014. Jelas beda," katanya.

Adapun Ciputra Group hampir membeli rumah sakit itu pada 2013. Ahok mengatakan harga yang ditawarkan kepada Ciputra jauh lebih murah karena Ciputra berpikir bisa "bermain" dengan Pemprov dan mengubah peruntukannya dari aspek kesehatan menjadi komersial. Namun penjualan itu urung dilakukan karena Gubernur Jakarta saat itu, Joko Widodo, melarang komersialisasi lahan sekolah dan rumah sakit.

"Untuk menghindari kebangkrutan, Pemprov membantu RS dengan membeli lahannya," kata Ahok.

Hal yang aneh bagi Ahok yakni BPK mengaudit pembelian lahan tersebut dan memaksakan harganya sama dengan harga yang ditawarkan kepada Ciputra. Selain itu, ia mempertanyakan tindakan BPK yang membandingkan NJOP daerah Tomang dan Kyai Tapa dengan RS Sumber Waras. Padahal wilayah Tomang dan Kyai Tapa adalah perumahan, yang harga lahannya berbeda dengan harga rumah sakit.

Selain itu, Ahok tak menerima saran BPK mengembalikan selisih NJOP. Sebab jika saran itu dipenuhi, ada kemungkinan Pemprov kehilangan lahan karena harus membatalkan transaksi. Ahok juga sewot karena BPK menganggap kehilangan satu aset bukan masalah karena lahan DKI sudah banyak.

"Terserah saya, dong, sejak kapan BPK jadi atur-atur kami beli lahan? Itu urusan kami!" kata Ahok.

YOLANDA RYAN ARMINDYA

Berita terkait

4 Wajah Lama Ini Kembali Muncul dalam Bursa Bakal Calon Gubernur Pilkada 2024

2 hari lalu

4 Wajah Lama Ini Kembali Muncul dalam Bursa Bakal Calon Gubernur Pilkada 2024

Sejumlah nama bakal calon gubernur di Pilkada 2024 sudah mulai bermunculan, termasuk 4 wajah lama ini. Siapa saja mereka?

Baca Selengkapnya

Begini Jawaban BRIN soal Perintah Pengosongan Rumah Dinas di Puspitek Serpong

2 hari lalu

Begini Jawaban BRIN soal Perintah Pengosongan Rumah Dinas di Puspitek Serpong

Manajemen BRIN angkat bicara soal adanya perintah pengosongan rumah dinas di Puspitek, Serpong, Tangerang Selatan.

Baca Selengkapnya

Pakar Sebut Ahok Masih Berminat Maju di Pilkada Jakarta, Apa Alasannya?

3 hari lalu

Pakar Sebut Ahok Masih Berminat Maju di Pilkada Jakarta, Apa Alasannya?

Ahok akan bersaing dengan sejumlah nama populer dalam Pilkada Jakarta 2024.

Baca Selengkapnya

Ahok Masuk Bursa Cagub DKI dari PDIP Selain Risma, Andika Perkasa, dan Basuki Hadimuljono

5 hari lalu

Ahok Masuk Bursa Cagub DKI dari PDIP Selain Risma, Andika Perkasa, dan Basuki Hadimuljono

PDIP mulai menjaring empat nama yang akan menjadi calon Gubernur (Cagub) DKI Jakarta. Lantas, siapa saja bakal cagub DKI Jakarta yang diusung PDIP?

Baca Selengkapnya

Selain Galih Loss, Ini Daftar Kasus Dugaan Penistaan Agama di Indonesia

7 hari lalu

Selain Galih Loss, Ini Daftar Kasus Dugaan Penistaan Agama di Indonesia

Kasus yang menjerat Galih Loss menambah daftar panjang kasus penistaan agama di Indonesia.

Baca Selengkapnya

63 Tahun Bank DKI, Profil Bank Peraih The Best Performance Bank untuk Kategori BPD 2023

20 hari lalu

63 Tahun Bank DKI, Profil Bank Peraih The Best Performance Bank untuk Kategori BPD 2023

Bank DKI merupakan bank yang memiliki status BUMD. Didirikan sejak 11 April 1961, kepemilikan saham Bank DKI dipegang Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Baca Selengkapnya

Gaya Ahok, Anies, dan Heru Budi Tangani Banjir di DKI Jakarta

37 hari lalu

Gaya Ahok, Anies, dan Heru Budi Tangani Banjir di DKI Jakarta

Banjir melanda sebagian wilayah di DKI Jakarta kerap terjadi berulang kali. Berikut gaya gubernur DKI menyikapi banjir di wilayahnya.

Baca Selengkapnya

Mereka yang Dijerat Kasus Penistaan Agama, Ahok hingga Panji Gumilang Pimpinan Ponpes Al Zaytun

37 hari lalu

Mereka yang Dijerat Kasus Penistaan Agama, Ahok hingga Panji Gumilang Pimpinan Ponpes Al Zaytun

Berikut sederet kasus penistaan agama yang dijatuhkan vonis untuk Ahok, Arya Wedakarna, dan terakhir Panji Gumilang Pimpinan Ponpes Al Zaytun.

Baca Selengkapnya

Anggota Dewan Sebut Program Rice Cooker Gratis Kementerian ESDM Abal-abal, Harus Diaudit BPK

37 hari lalu

Anggota Dewan Sebut Program Rice Cooker Gratis Kementerian ESDM Abal-abal, Harus Diaudit BPK

Program rice cooker gratis merupakan proyek hibah untuk rumah tangga yang diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2023.

Baca Selengkapnya

Terpopuler Bisnis: Maksud PUPR Pembangunan IKN Gerudukan dan Was-was Diperiksa BPK, Kereta Ekonomi Generasi Baru

40 hari lalu

Terpopuler Bisnis: Maksud PUPR Pembangunan IKN Gerudukan dan Was-was Diperiksa BPK, Kereta Ekonomi Generasi Baru

Berita terpopuler ekonomi bisnis sepanjang Jumat, 22 Maret 2024 yakni maksud PUPR sebut pembangunan IKN gerudukan dan was-was diperiksa BPK.

Baca Selengkapnya