TEMPO Interaktif, Jakarta:Gara-gara program Gubernur DKI Sutiyoso, pembangunan mal mengepung Jakarta, tujuh pasar tradisonal, menurut Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Tradisional Indonesia, Ibih T. Hasan tutup tahun ini. Karena di Mal yang dibangun juga terdapat hypermarket yang kebanyakan dari luar negeri.Menurut Ibih kehadiran hypermarket di tengah-tengah kota menyebabkan gaya hidup masyarakat berubah. Perubahan ini menjadikan masyarakat engan berbelanja di pasar tradisional. "Ibaratnya, orang mau beli pasta gigi saja ke hypermarket,"katanya dalam dialog ekonomi Carut Marut Potret Perdagangan dan Perindustrian Indonesia: over estimate atau kegagalan pemerintah di Jakarta.Selain itu, Ibih mengakui kondisi pasar tradisional juga menyebabkan penutupan-penutupan pasar ini. Namun, seharusnya pemerintah daerah yang bertanggung jawab mengelola pasar dengan profesional. Sehingga, kesan pasar yang kotor, bau, dan tidak nyaman untuk belanja bisa dihilangkan.Khusus mengenai keberadaan hipermarket, Ibih meminta pemerintah hanya mengizinkan pendiriannya di pingiran kota. "Seperti di tempat asalnya,"katanya. Di luar negeri, hypermarket beroperasi di pingir kota. Sementara, di Indonesia, hipermarket banyak bertebaran di tengah kota. Bahkan, hipermarket didirikan di pusat-pusat kota.Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia, Hasan Basri mengkritik banyaknya produk asal Cina masuk ke pasar di Indonesia. "Produk Cina menguasai pasar tekstil di pasar Tanah Abang. Maraknya, tekstil Cina ini membuat industri kerajinan di Cibaduyut, Tasikmalaya, dan Pekalongan banyak yang gulung tikar,"katanya.Sutarto