Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok memperlihatkan dokumen setibanya di Gedung KPK, Jakarta, 27 Februari 2015. Kedatangan Ahok untuk menyerahkan sejumlah dokumen sebagai barang bukti usulan anggaran APBD DKI senilai Rp 12,1 triliun. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menyatakan kasus dugaan korupsi pembelian alat catu daya listrik cadangan atau UPS membuat pemerintah DKI belajar membenahi sistem anggaran.
Pembenahan itu dengan memaksa anak buahnya memakai e-budgeting dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja DKI 2015. Menurut dia, sistem e-budgeting merupakan pertahanan utama agar anggaran DKI tak dibobol oleh koruptor.
Sistem e-budgeting, kata Ahok, diklaim bisa menutup peluang korupsi dengan modus memanipulasi usulan program. Sebab, dalam sistem tersebut dia meminta anak buahnya untuk merinci rencana belanja anggaran secara detail.
“Kalau saya kasih dananya gelondongan, jangan-jangan sekolah bakal beli helikopter dengan dalih untuk kepentingan pendidikan,” kata Ahok di Balai Kota, Jumat, 31 Juli 2015.
Sistem itu, Ahok berujar, mulai terlihat hasilnya. Sebab, dia berhasil membongkar anggaran siluman pada Rencana APBD 2015 senilai Rp 12 triliun setelah memeriksa usulan anak buahnya lewat sistem e-budgeting. Temuan itu merembet pada terbongkarnya rencana anggaran DKI hingga memiliki dua versi: milik Dewan dan pemerintah DKI.
Kasus korupsi UPS sudah menyeret Alex Usman, pejabat pembuat komitmen Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Barat, dan Zaenal Solaeman, pejabat pembuat komitmen Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Pusat, sebagai tersangka. Ahok dan Abraham Lunggana alias Haji Lulung sudah diperiksa sebagai saksi oleh polisi dalam kasus yang merugikan negara hingga Rp 50 miliar ini.