Empat orang kawanan begal menahan rasa sakit pada kakinya yang ditembak petugas saat gelar perkara di Mapolrestabes Bandung, Jawa Barat, 7 Agustus 2015. Kawanan begal ini sering beraksi sejak pukul 03.00 wib hingga 06.00 wib di Flyover Pasupati. Polisi mengamankan sejumlah barang bukti berupa senjata tajam, dompet, telepon genggam dan motor. TEMPO/Aditya Herlambang Putra
TEMPO.CO, Lampung - Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Lampung Ajun Komisaris Besar Sulistyaningsih mengungkapkan dua penyebab wilayahnya menjadi sarang begal. Pertama, kondisi Lampung masih relatif sepi dan minimnya penerangan umum.
"Sehingga menjadi sarang untuk melakukan aksi kejahatan, termasuk begal," kata dia, di kantornya, Rabu, 2 September 2015.
Selain terkendala penerangan umum, Sulis melanjutkan, maraknya pembegalan juga bagian dari dampak penggunaan narkoba. Dia berujar pelaku pembegalan dan daerah rawan narkoba lebih banyak berasal dari Lampung Utara. "Ketidakstabilan emosional pengguna narkoba memicu kejahatan, hingga pembunuhan," ujarnya.
Oleh sebab itu, Kepolisian Daerah Lampung telah melakukan operasi rutin di daerah-daerah rawan kejahatan, terutama di Lampung Utara. Sulis pun mengimbau masyarakat tidak bepergian di malam hari, apalagi bepergian sendiri. "Hindari jalan-jalan yang sepi dan gelap," tutur Sulis.
Menangani pembegalan masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi Kepolisian Daerah Lampung. Belakangan ini pembegalan marak terjadi, bukan hanya di Lampung. Namun, juga merajalela di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya.
Beberapa hari lalu, anggota Polri, Brigadir Kepala Syamsul Isnanto, juga menjadi korban pembegalan di Lampung. Dia tewas setelah ditembak begal di paha kiri dan perut sebelah kiri.