Bidara Cina Belum Bebas, Proyek Sodetan Ciliwung Terhenti
Editor
Bagja
Jumat, 23 Oktober 2015 19:43 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - PT Wijaya Karya menghentikan proyek sodetan Ciliwung di Jatinegara, Jakarta Timur, karena lahan untuk inlet (pintu air) di Bidara Cina belum bebas. Dari kebutuhan lahan 1,1 hektare, pemerintah Jakarta baru bisa membebaskan 6.000 meter persegi. “Sekarang kami menganggur,” kata Manajer Proyek Ismu Sutopo pada Kamis, 22 Oktober 2015.
Menurut Ismu, proyek Rp 492 miliar itu tidak bisa dilakukan di sebagian lahan inlet yang sudah dibebaskan. "Harus bebas seluruhnya, baru bisa membuat inlet," ujarnya.
Pada Senin pekan lalu, pembangunan sodetan Ciliwung ke Kanal Timur sepanjang 1,23 kilometer sudah setengah rampung. Dua pipa berdiameter 4 meter dengan panjang 600 meter telah menembus arriving shaft di bawah Jalan Otto Iskandar di Nata III dari outlet di Kebon Nanas. Menurut Ismu, pengeboran terowongan baru bisa dilanjutkan jika lahan Bidara Cina sudah bebas.
Itu pun tak bisa langsung. Butuh waktu sekitar delapan bulan untuk menanam dua pipa dari inlet ke arriving shaft. Kementerian Pekerjaan Umum awalnya menargetkan terowongan air untuk mengendalikan banjir itu selesai akhir tahun ini. Dengan lahan yang belum bebas, target direvisi menjadi 2016.
Menurut Kepala Bidang Pelaksana Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane Bastari, pembebasan lahan di Bidara Cina tinggal setengahnya lagi. "Sudah ada 81 keluarga yang pindah ke Rusunawa Cipinang Besar Selatan," ujarnya.
Lahan yang belum dibebaskan sekitar 5.000 meter persegi itu milik Hengki, seorang pengusaha dari Surabaya, yang diduduki penduduk RW 04. Saat ini Balai Besar bersama Pemerintah Kota Jakarta Timur tengah mempersiapkan pertemuan dengan penduduk untuk membicarakan soal ganti rugi.
Wali Kota Jakarta Timur Bambang Musyawardana mengatakan pertemuan dengan warga RW 04 Bidara Cina akan dilakukan pada Selasa pekan depan. Pertemuan itu akan membahas soal ganti rugi.
Menurut Bambang, Hengki sudah bersepakat akan memberikan ganti rugi sebesar 25 persen dari harga per meter persegi kepada penduduk yang mendiami tanahnya. “Kami tawarkan apakah penduduk mau dengan ganti rugi sebesar itu,” ujarnya. Jika setuju, pemerintah akan mempertemukan Hengki dengan mereka.
Ada 200 bidang lahan Hengki yang saat ini ditempati rumah penduduk. Kendati tak memiliki sertifikat sebagai syarat mendapat ganti rugi, warga RW 04 tengah menggugat Pemerintah Provinsi Jakarta, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, serta mantan Gubernur DKI Joko Widodo di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Keputusan pembebasan lahan diketuk era Jokowi, yang kini menjadi presiden.
Persidangan itu pun berjalan alot karena surat tergugat kepada Jokowi belum diterima di Istana Bogor--kantornya sekarang. Karena itu, Jokowi tak hadir dalam sidang pada 19 Oktober lalu.
Menurut pengacara warga RW 04, Yudi Anton Rikmadani, penduduk bersedia bertemu dengan pemerintah untuk membahas ganti rugi rumah. “Kami juga ingin tahu siapa Hengki, apakah benar orangnya ada atau hanya ‘siluman’," ujarnya.
AFRILIA SURYANIS