LBH Kecam Tindak Kekerasan Polisi Bubarkan Demo Buruh  

Reporter

Sabtu, 31 Oktober 2015 12:04 WIB

Buruh melakukan aksi demo di depan Istana Merdeka, Jakarta, 28 Oktober 2015. Dalam aksinya buruh mencabut Peraturan Pemerintah Pengupahan. TEMPO/Subekti.

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Lembaga Bantuan Hukum Jakarta Alghiffari Aqsa mengatakan polisi melakukan tindak kekerasan terhadap 25 orang setelah unjuk rasa penolakan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan di depan Istana Merdeka pada Jumat, 30 Oktober 2015. Menurut dia, mereka dipukuli dan diseret. Kini, mereka ditetapkan sebagai tersangka.

Tindak kekerasan terjadi saat polisi membubarkan aksi unjuk rasa buruh yang melewati ketentuan batas waktu. Menurut Alghiffari, polisi membubarkan buruh dengan cara memukuli mereka. “Betul buruh melanggar batas waktu, tapi seharusnya polisi tidak melakukan tindak kekerasan untuk membubarkan,” katanya saat dihubungi Tempo pada Sabtu, 31 Oktober 2015. Pasalnya, setelah disemprot air, buruh sudah mulai bergerak mundur.

Alghiffari mengatakan 25 orang yang ditangkap terdiri atas 2 pengacara, Tigor Gempita Hutapea dan Obed Sakti Luitnan, serta 23 buruh yang berunjuk rasa kemarin. Tiga orang di antaranya perempuan. Alghiffari mengatakan Tigor dan Obed tertangkap saat mendokumentasikan proses pembubaran massa di depan Istana. “Polisi tak nyaman lalu langsung menangkap dan memukuli mereka di truk menuju Polda Metro,” ujarnya. Dua orang tersebut dibawa ke Polda Metro Jaya bersama 23 orang lainnya untuk diperiksa hingga kemudian ditetapkan sebagai tersangka.

Alghiffari mengatakan para tersangka dijerat tiga pasal KUHP. “Pasal 160, 214, dan 216 KUHP,” tuturnya. Pasal tersebut masing-masing mengenai penghasutan, melawan petugas, dan kejahatan terhadap penguasa umum. Para tersangka masih ditahan di Polda Metro Jaya.

Menurut Alghiffari, kondisi tersangka yang dipukuli beragam, ada yang luka dan lebam. Tigor, yang juga dipukuli di truk, tak mengalami lebam tapi mengeluh sakit pada kepalanya. Alghiffari mengatakan ketiga perempuan yang ditangkap pun tidak luput dari tindak kekerasan. “Tapi tidak terluka parah.”

Ia menyayangkan proses penangkapan dengan cara brutal. “Kami kecewa karena seharusnya tidak boleh ada pemukulan, tapi polisi melakukan itu bahkan setelah penangkapan,” ucapnya. Selain itu, ia merasa kecewa dengan proses pemeriksaan dan penetapan tersangka.

Alghiffari mengatakan pemeriksaan dipenuhi dengan bentakan. Ia juga mengatakan penetapan tersangka tidak sesuai dengan aturan. “Polisi tidak bisa membuktikan dua alat bukti sebagai syarat penetapan tersangka,” katanya.

Karena itu, LBH Jakarta mengecam tindakan polisi yang dinilai represif tersebut. Kecamannya, menurut Alghiffari, belum tentu berakhir di meja hijau. “Kami akan berfokus dulu untuk membebaskan 25 orang ini,” ujar Alghiffari. Saat ini ia masih menunggu keputusan dari Direktorat Reserse Kriminal Umum.

VINDRY FLORENTIN


Berita terkait

Komnas HAM Catat Ada 12 Peristiwa Kekerasan di Papua pada Maret-April 2024

20 hari lalu

Komnas HAM Catat Ada 12 Peristiwa Kekerasan di Papua pada Maret-April 2024

Komnas HAM mendesak pengusutan kasus-kasus kekerasan yang terjadi di Papua secara transparan oleh aparat penegak hukum

Baca Selengkapnya

Prajurit Siksa Warga Papua, Kapuspen: TNI Bukan Malaikat

36 hari lalu

Prajurit Siksa Warga Papua, Kapuspen: TNI Bukan Malaikat

Kapuspen TNI menyebut jumlah anggota TNI ribuan, sedangkan yang melakukan penyiksaan hanya sedikit.

Baca Selengkapnya

Amnesty International: Penganiayaan di Papua Berulang karena Pelaku Tak Pernah Dihukum

42 hari lalu

Amnesty International: Penganiayaan di Papua Berulang karena Pelaku Tak Pernah Dihukum

Amnesty Internasional mendesak dibentuknya tim gabungan pencari fakta untuk mengusut kejadian ini secara transparan, imparsial, dan menyeluruh.

Baca Selengkapnya

KontraS Minta Panglima TNI Segera Bahas Reformasi Peradilan Militer

6 Oktober 2021

KontraS Minta Panglima TNI Segera Bahas Reformasi Peradilan Militer

Hasil pemantauan KontraS selama Oktober-2021-September 2021 menunjukkan reformasi peradilan militer jalan di tempat.

Baca Selengkapnya

Serial Netflix Populer Ungkap Pelecehan yang Terjadi di Militer Korea Selatan

16 September 2021

Serial Netflix Populer Ungkap Pelecehan yang Terjadi di Militer Korea Selatan

Serial Netflix Deserter Pursuit memicu perdebatan tentang militer Korea Selatan karena menceritakan pelecehan dan kekerasan selama wajib militer.

Baca Selengkapnya

2 Anggota Lakukan Kekerasan ke Warga Papua, TNI AU Minta Maaf

27 Juli 2021

2 Anggota Lakukan Kekerasan ke Warga Papua, TNI AU Minta Maaf

TNI AU menyatakan penyesalan dan meminta maaf atas insiden dua anggotanya yang melakukan kekerasan terhadap seorang warga Papua di Merauke.

Baca Selengkapnya

YLBHI: Polda Metro Jaya Tidak Optimal Proses Kasus Novel Baswedan

24 Desember 2018

YLBHI: Polda Metro Jaya Tidak Optimal Proses Kasus Novel Baswedan

Menurut YLBHI, penyelidik Polda Metro Jaya minim memeriksa orang tak dikenal yang berada di sekitar lokasi penyerangan Novel Baswedan.

Baca Selengkapnya

YLBHI Minta Kejaksaan Hapus Aplikasi Pengawas Aliran Kepercayaan

27 November 2018

YLBHI Minta Kejaksaan Hapus Aplikasi Pengawas Aliran Kepercayaan

YLBHI mendesak Kejaksaan Tinggi Jakarta menghapus aplikasi Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat yang dinamai dengan Smart Pakem.

Baca Selengkapnya

Jokowi Diminta Investigasi Kasus Kekerasan di Paniai Papua

5 Juli 2018

Jokowi Diminta Investigasi Kasus Kekerasan di Paniai Papua

Amnesti Internasional Indonesia meminta Jokowi membentuk tim investigasi guna mengungkap kasus kekerasan yang terjadi di Paniai, Papua.

Baca Selengkapnya

Anies Baswedan Disambut Seruan Stop Reklamasi di Kantor YLBHI

15 Mei 2018

Anies Baswedan Disambut Seruan Stop Reklamasi di Kantor YLBHI

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan disambut seruan "Tolak reklamasi" saat mengunjungi kantor YLBHI, Senin malam.

Baca Selengkapnya