TEMPO.CO, Jakarta - Sejak zaman Joko Widodo, Jakarta punya tradisi baru menjaring pejabat: lelang dengan serangkaian tes yang melibatkan perguruan tinggi. Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, wakil yang meneruskan jabatan gubernur, kini meneruskan tradisi itu dengan lebih radikal.
Ahok banyak mengganti pejabat di bawahnya, yang ia anggap buruk. Lalu mencari penggantinya melalui lelang. Tak jarang, sekali mutasi dan pergantian, jumlahnya bisa mencapai puluhan, bahkan ratusan orang. Sebab, lelang jabatan itu tak bisa per orangan. “Saya enggak memilih orang berdasarkan suku, agama, atau ras,” kata Ahok seperti dikutip Koran Tempo edisi 1 Februari 2016.
BACA: Ahok Rombak Pejabat Jakarta, 328 Pegawai Dirotasi
Hasil tes itulah, kata Ahok, yang menentukan seseorang menempati jabatan yang tes yang diikuti. Jika nilainya dianggap bagus, tak peduli latar belakangnya, tim panel akan meloloskannya dan menjadikan rekomendasi. Ahok lalu menyetujuinya. Maka, bukan kebetulan jika dari sejumlah pejabat itu, Ahok mengangkat banyak lulusan Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri untuk memimpin dinas.
Selanjutnya: Selama ini, Dinas selalu dipercayakan kepada pejabat...
<!--more-->
Selama ini, dinas selalu dipercayakan kepada pejabat yang menguasai isu teknis, bukan pamong lulusan STPDN yang mengawali karier sebagai pemimpin wilayah. Karena itu, lelang membuka pintu karier lebih lebar bagi para pamong.
BACA: Minta Sogok, Pegawai Lelang DKI Dimutasi
Camat Jatinegara Andri Yansyah didapuk Ahok menjadi Kepala Dinas Perhubungan, Camat Tambora Isnawa Adji menjadi Kepala Dinas Kebersihan, lalu Teguh Hendrawan menjadi Kepala Dinas Tata Air setelah pejabat lama Tri Margianto mengundurkan diri.
Para kepala dinas ini lalu membawa gerbong STPDN ke kantornya. Teguh meminta tiga Kepala Suku Dinas Kebersihan diganti sesuai dengan rekomendasinya. Ahok setuju. “Kini secara keseluruhan, orang teknis dan STPDN berimbang,” katanya.
BACA: Guantanamo Jakarta, Tempat Baru Pejabat Jakarta yang Dipecat Ahok
Julukan “orang teknis” dan “STPDN” kini menghangat setelah rasio kian berimbang. DPRD kurang sreg dengan cara Ahok memilih anak buahnya, yang menempatkan lulusan STPDN di dinas teknis. Kebersihan, Tata Air, dan Perhubungan adalah dinas-dinas teknis.
Selanjutnya: Pamong tak paham pekerjaan...
<!--more-->
Menurut Prabowo Sunirman, anggota DPRD dari Gerindra, para pamong tak paham urusan teknis lapangan. “Banyak yang tak bisa bekerja karena tak mengerti pekerjaannya,” katanya. Prabowo menuding penempatan pegawai yang tak pas ini yang membuat Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara memberi nilai merah kepada kinerja pemerintahan Jakarta.
BACA: Ahok Siapkan 'Pembersihan' Besar-besaran Pejabat DKI
Teguh Hendrawan menyangkal tudingan Prabowo. Menurut dia, orang lapangan yang berlatar pamong karena lulusan STPDN juga bisa memimpin dinas teknis karena pekerjaan teknis tak semata mengandalkan perencanaan yang bagus. “Banyak orang pintar, tapi tak berani eksekusi,” katanya.
Isnawa mendukung Teguh. Menurut dia, Dinas teknis perlu orang pamong karena sudah memahami wilayah. Meski begitu, ia memerlukan pegawai bertalar teknis—bukan lulusan STPDN—agar programnya berjalan. “Kami harus bersinergi,” katanya.
Teguh memberi bukti lain. Ketika dia masuk, serapan anggaran di Dinas Tata Air hanya 7 persen. Begitu ia masuk pada akhir tahun lalu, serapan anggaran melambung menjadi 56 persen. Bukti lain cepatnya eksekusi lapangan, ketika ia didukung anak buahnya berlatar pamong, adalah cepatnya penanganan banjir. “Genangan banjir cepat surut.”
BACA: Modus Pegawai Jakarta Agar Kerja Nol Tunjangan Pol
Basuki tak menyoal banyaknya lulusan STPDN menjabat dinas teknis karena penjaringan pejabat melahirkan mereka. “Kalau semua isinya orang Betawi dan itu baik, ya sudah, jalan,” ucapnya.
LULUSAN STPDN DI DINAS
Eselon II
Kepala Dinas Kebersihan Isnawa Adji
Wakil Kepala Dinas Kebersihan Ali Maulana Hakim
Kepala Dinas Tata Air Teguh Hendrawan
Kepala Dinas Perhubungan Andri Yansah
ERWAN HERMAWAN | AHMAD FAIZ