Ternyata, Sudah 10 Pulau Mendapat Izin Reklamasi Teluk Jakarta
Editor
Bagja
Kamis, 4 Februari 2016 13:49 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Reklamasi pantai utara Jakarta menuai kontroversi. Para aktivis lingkungan memprotes kebijakan pemerintah Jakarta itu karena reklamasi dikhawatirkan justru merusak lingkungan. Apalagi proyek besar itu dikabarkan belum mengantongi analisis mengenai dampak lingkungan.
Kecurigaan itu kian mengemuka karena pemerintah Jakarta tak pernah mengumumkan secara terbuka analisis tersebut. Apalagi Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama berencana menghapus analisis dampak lingkungan karena menghambat investasi. “Dalam izin prinsip, amdal sudah tercakup,” kata Basuki.
BACA: Aturan Reklamasi Membingungkan, Ahok Kukuh Tak bersalah
Keinginan Basuki itu seolah mengkonfirmasi dugaan para aktivis lingkungan bahwa kebijakan itu untuk memuluskan reklamasi yang selama ini mereka tolak. Basuki menepisnya. Menurut dia, amdal tetap wajib, hanya saja bentuknya sudah tercakup dalam izin prinsip yang dikeluarkan pemerintah.
<blockquote> Sudah Amdal dan reklamasi
- Pulau C oleh PT Kapuk Naga Indah, 276 hektare, sudah reklamasi
- Pulau D oleh PT Kapuk Naga Indah, 312 hektare, sudah reklamasi
- Pulau E oleh PT Kapuk Naga Indah, 284 hektare
- Pulau F oleh PT Jakarta Propertindo, 190 hektare
- Pulau G oleh PT Muara Wisesa Samudera, 161 hektare, sudah reklamasi
- Pulau H oleh PT Intiland Development, 63 hektare
- Pulau I oleh PT Jaladri Kartika Ekapaksi, 405 hektare
- Pulau K oleh PT Pembangunan Jaya Ancol, 32 hektare, sudah reklamasi
- Pulau L oleh PT Manggala Krida Yudha, 481 hektare, sudah reklamasi
- Pulau N oleh PT Pelabuhan Indonesia II, 411 hektare, sudah reklamasi
Belum Amdal
- Pulau A oleh PT Kapuk Naga Indah, 79 hektare
- Pulau B oleh PT Kapuk Naga Indah, 380 hektare
- Pulau J oleh PT Pembangunan Jaya Ancol, 316 hektare
- Pulau M oleh PT Manggala Krida Yudha, 587 hektare
- Pulau O oleh PT Kawasan Berikat Nusantara, 344 hektare
- Pulau P oleh PT Kawasan Berikat Nusantara, 463 hektare
- Pulau Q oleh PT Kawasan Berikat Nusantara, 369 hektare </blockquote>
Selanjutnya: Amdal tak dilaporkan ke Kementerian Lingkungan...
<!--more-->
Dalam hal reklamasi, Kepala Badan Pengedalian Lingkungan Hidup DKI Jakarta Junaedi mengklaim analisis dampak lingkungan itu sudah ada dalam izin yang diberikan pemerintah. Total ada tiga kali pengeluaran izin reklamasi pada 2011 untuk pulau C dan D, 2014 untuk pulau G, dan 2015 untuk pulau E, F, H, K, I, L, N.
Total ada sepuluh pulau yang sudah mengantongi izin yang di dalamnya terdapat analisis dampak lingkungan. “Tujuh pulau sisanya belum mengajukan permohonan,” kata Junaedi. Tujuh pulau yang belum mengantongi izin adalah pulau A, B, J, M, O, P, dan Q.
BACA: WALHI: Reklamasi 17 Pulau Bikin Banjir Jakarta Meluas
Masalahnya, semua amdal itu tak diajukan kepada Kementerian Lingkungan Hidup. "Kami tak pernah diminta mengkaji sepuluh amdal itu," kata Direktur Jenderal Planologi dan Tata Ruang San Afri Awang. Pemerintah Jakarta selalu berpatokan pada Keputusan Presiden 52/1995 yang menyebutkan bahwa kewenangan menerbitkan izin reklamasi berada di tangan Gubernur.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Tuty Kusumawati menjelaskan selain menerbitkan analisis dampak lingkungan per pulau, pemerintah juga telah menyusun Kajian Lingkungan Hidup Strategis. Kajian ini turut disepakati oleh pemerintah Jawa Barat dan Banten yang daerahnya berbatasan dengan proyek reklamasi. "Jadi, semuanya sudah lewat kajian teknis dan disetujui Dinas Tata Air DKI Jakarta," kata Tuty.
BACA: Hujan Kritik untuk Proyek Reklamasi Teluk Jakarta
Menurut Tuty, kajian analisis dampak lingkungan tiap pulau memuat informasi dampak lingkungan secara rinci dan pengelolaan yang wajib dilakukan pengembang. Pemerintah, lewat tim ahlinya, telah mengkaji soal dampak hidrodinamika, perubahan iklim, banjir dan jenis material reklamasi. "Material wajib lolos izin rekomendasi teknis Dinas Perindustrian dan Energi," kata Tuty.
Berdasar kajian itu, Tuty menepis anggapan dampak reklamasi akan mengakibatkan kenaikan air muka laut. Reklamasi, kata dia, tidak menaikkan air muka secara signifikan. Kenaikan hanya terjadi pada batas utara reklamasi yang dilindungi tanggul. "Pulau reklamasi akan jadi tanggul bagi daratan Jakarta jika terjadi kenaikan air muka laut karena perubahan iklim," kata dia.
PUTRI ADITYOWATI | ERWAN HERMAWAN