Direktur PUKAT UGM, Zainal Arifin Mochtar memberikan kesaksian saat sidang praperadilan status tersangka Komjen Budi Gunawan di PN Jakarta Selatan, Jakarta, 13 Februari 2015. TEMPO/Dian Triyuli Handoko
TEMPO.CO, Yogyakarta - Kisruh pembelian Rumah Sakit Sumber Waras oleh Pemerintah Daerah Ibu Kota Jakarta menggelitik Ketua Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada Zaenal Arifin Mukhtar. menurut dia, jika ada aliran dana ke Ahok, pasti ia bersalah. Yang jadi pertanyaan apakah ada aliran dana atau tidak itu yang harus dibuktikan. Jika tidak ada aliran dana (ke Ahok) tidak salah. "Tapi kalau ada aliran dana, mau prosesnya benar atau salah dia tetap salah," kata dia.
Menurut dia, untuk menghukum suatu kasus harus menggunakan data-data lengkap. "Lihat saja data-datanya, kalau saya ditanya apakah Ahok (Basuki Tjahaya Purnama, gubernur Jakarta) salah atau tidak, saya tidak tahu. Badan Pemeriksa Keuangan pegang data apa, Komisi Pemberantasan Korupsi pegang data apa," kata Zaenal, Minggu, 17 April 2016.
Sebelumnya, Direktur Umum Rumah Sakit Sumber Waras Abraham Tedjanegara mengatakan uang pembelian lahan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dibayar melalui transfer bank. "Pembayarannya dalam bentuk transfer, bukan cash," kata dia di ruang pertemuan RS Sumber Waras, Jakarta Barat, Sabtu, 16 April 2016.
Abraham tak menerima kabar dari pemprov setelah uang itu dikirim. Menurut dia memang tak perlu konfirmasi. Karena sesuai perjanjian, setelah penandatanganan jual-beli pada 17 Desember 2014, pemerintah harus membayar Sumber Waras. "Kami tahu uangnya ada di rekening kami (setelah dicek), kurang lebih tanggal 5 (Januari 2015). Karena waktu itu habis libur tahun baru," ujarnya. Uang sejumlah Rp 755 miliar atau tepatnya Rp 755.689.550.000 itu dikirim ke rekening Bank DKI Jakarta milik Rumah Sakit Sumber Waras.
Menurut dia, rekening itu bukan dibuka gara-gara kepentingan transfer ini. "Karena sejak zaman gakin (keluarga miskin), kami sudah buka rekening ini. Karena kami juga menerima pasien-pasien gakin," ucapnya.