Daya Tampung Jakarta Hanya 12 Juta Penduduk sampai 2030  

Reporter

Editor

Nur Haryanto

Jumat, 22 April 2016 07:46 WIB

Warga saat beraktifitas di pemukiman kumuh Kebon Melati, Tanah Abang, Jakarta, 8 Januari 2015. Pemukiman yang berlokasi tepat di pinggir sepanjang jalur KRL menuju stasiun Tanah Abang dari arah Pal Merah ini merupakan lokasi berbahaya untuk dijadikan tempat tinggal. TEMPO/Aditia Noviansyah

TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat tata ruang dan kota, Yayat Supriatna, memprediksi, Jakarta hanya bisa menampung 12 juta penduduk sampai 2030. Menurut dia, faktor migrasi menjadi komponen geografis utama yang mempengaruhi laju pertumbuhan penduduk dibanding faktor kelahiran.

"Sekarang saja sudah hampir 10 juta penduduk. Pertambahan penduduk Jakarta setiap tahun (mencapai) 1,3-1,4 persen atau bertambah 135-140 ribu orang," kata Yayat dalam diskusi “Jakarta dan Penggusuran untuk Siapa?” di gedung PWNU DKI, Jakarta Timur, Kamis, 21 April 2016.

Menurut Yayat, saat ini banyak warga dari luar daerah yan masuk ke Jakarta sehingga kemampuan daya dukung kota tidak terpenuhi. Hal ini menyebabkan masyarakat menempati area lahan yang kurang diperhatikan dan dirawat pemerintah.

"Kalau Jakarta tidak memiliki daya dukung dan tampung, apa yang dibangun oleh pemerintah pasti bersinggungan dengan bencana, konflik, dan benturan sosial lingkungan," kata Yayat .

Ia menuturkan harga tanah yang mahal membuat rakyat tidak punya pilihan lain. Bahkan, kata dia, seperti mimpi bila pemerintah bisa membangun rumah susun murah di Jalan Sudirman-Thamrin. "Harga tanah sudah 80 juta per meter. Enggak mungkin rasanya kelompok kecil bisa dapat rumah."

Jakarta, dalam konteks ibu kota negara, ujar dia, memang harus jadi kota modern yang maju dan memanusiakan warganya. Pemerintah sedang mencanangkan program 100-0-100, yang mencoba mendorong meningkatkan pelayanan kondisi permukiman.

Untuk 100 yang pertama, maksudnya adalah 100 persen pelayanan air minum. Yayat menuturkan kini pelayanan air minum belum maksimal sehingga perlu didorong. "Nol ini kumuh, kota didorong supaya me-nol-kan kawasan kumuh. Nol ini coba meningkatkan kualitas kumuh dengan upaya rehabilitasi agar pemukiman lebih baik," tuturnya.

Sedangkan 100 yang terakhir adalah 100 persen sanitasi, yaitu berkaitan dengan masalah kesehatan lingkungan. Yayat menjelaskan, kalau kota tambah kumuh, mau tidak mau harus didorong untuk dilakukan pencegahan supaya kawasan kumuh tidak terus bertambah. "Orang bisa saja dipindahkan ke rusun. Tapi kalau hanya ditata, bisa jadi kumuh. Sebab, tidak ada keberlanjutannya," tuturnya.

FRISKI RIANA




Berita terkait

Perkiraan Cuaca BMKG: Hujan dan Petir Akan Melanda Jakarta

10 Desember 2018

Perkiraan Cuaca BMKG: Hujan dan Petir Akan Melanda Jakarta

BMKG membuat perkiraan cuaca dimana hujan disertai petir dan angin kencang akan melanda Jakarta.

Baca Selengkapnya

Korban Crane Ambruk di Kemayoran Jadi Pengungsi Sementara

7 Desember 2018

Korban Crane Ambruk di Kemayoran Jadi Pengungsi Sementara

Operator crane ambruk menyewa sebuah rumah untuk ditempati keluarga Husin yang rumahnya rusak tertimpa crane.

Baca Selengkapnya

Anies Baswedan Buat Aturan Baru, Tim Pembebasan Lahan Dapat Honor

5 Desember 2018

Anies Baswedan Buat Aturan Baru, Tim Pembebasan Lahan Dapat Honor

Pergub 127 yang diteken Gubernur Anies Baswedan diharapkan mampu mempercepat program pembebasan lahan yang selama ini tersendat.

Baca Selengkapnya

Bos Sarana Jaya Ingin Sulap Tanah Abang Seperti SCBD 8 Tahun Lagi

23 Oktober 2018

Bos Sarana Jaya Ingin Sulap Tanah Abang Seperti SCBD 8 Tahun Lagi

Desain penataan Tanah Abang menjadi seperti kawasan SCBD Jakarta, masih digarap dan ditargetkan selesai tahun ini

Baca Selengkapnya

DKI Bantah Gunungan Sampah Muara Baru Imbas Konflik dengan Bekasi

22 Oktober 2018

DKI Bantah Gunungan Sampah Muara Baru Imbas Konflik dengan Bekasi

Dinas LH menjelaskan tumpukan sampah karena truk di Jakarta Utara sedang perawatan oleh agen tunggal pemegang merek (ATPM).

Baca Selengkapnya

Dinas LH: DKI Tetap Butuh Bantargebang Meski ITF Sunter Dibangun

22 Oktober 2018

Dinas LH: DKI Tetap Butuh Bantargebang Meski ITF Sunter Dibangun

ITF Sunter hanya mengelola 2.200 ton sampah per hari dan 10 % residu harus dibuang ke Bantargebang.

Baca Selengkapnya

Koalisi Masyarakat Dukung Rencana DKI Stop Eksploitasi Air Tanah

16 Oktober 2018

Koalisi Masyarakat Dukung Rencana DKI Stop Eksploitasi Air Tanah

Penghentian eksploitasi air tanah, kata Koalisi Masyarakat, bisa menekan penurunan permukaan tanah di Ibu Kota.

Baca Selengkapnya

Pemerintah DKI Susun Aturan Penghentian Eksploitasi Air Tanah

16 Oktober 2018

Pemerintah DKI Susun Aturan Penghentian Eksploitasi Air Tanah

DKI mengusulkan anggaran Rp 1,2 triliun untuk perluasan jaringan pipa air bersih menekan eksploitasi air tanah.

Baca Selengkapnya

Rekayasa Lalu Lintas, Jalan Wahid Hasyim Bakal Satu Arah

1 Oktober 2018

Rekayasa Lalu Lintas, Jalan Wahid Hasyim Bakal Satu Arah

Uji coba rekayasa lalu lintas dilakukan pada 8 Oktober hingga 23 Oktober nanti.

Baca Selengkapnya

Siap-siap Musim Hujan, 129 Kelurahan di DKI yang Terancam Banjir

13 September 2018

Siap-siap Musim Hujan, 129 Kelurahan di DKI yang Terancam Banjir

Balai Besar menjelaskan, wilayah yang berpotensi terendam banjir di Jakarta berada di daerah aliran sungai yang belum dinormalisasi.

Baca Selengkapnya