Daya Tampung Jakarta Hanya 12 Juta Penduduk sampai 2030
Editor
Nur Haryanto
Jumat, 22 April 2016 07:46 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat tata ruang dan kota, Yayat Supriatna, memprediksi, Jakarta hanya bisa menampung 12 juta penduduk sampai 2030. Menurut dia, faktor migrasi menjadi komponen geografis utama yang mempengaruhi laju pertumbuhan penduduk dibanding faktor kelahiran.
"Sekarang saja sudah hampir 10 juta penduduk. Pertambahan penduduk Jakarta setiap tahun (mencapai) 1,3-1,4 persen atau bertambah 135-140 ribu orang," kata Yayat dalam diskusi “Jakarta dan Penggusuran untuk Siapa?” di gedung PWNU DKI, Jakarta Timur, Kamis, 21 April 2016.
Menurut Yayat, saat ini banyak warga dari luar daerah yan masuk ke Jakarta sehingga kemampuan daya dukung kota tidak terpenuhi. Hal ini menyebabkan masyarakat menempati area lahan yang kurang diperhatikan dan dirawat pemerintah.
"Kalau Jakarta tidak memiliki daya dukung dan tampung, apa yang dibangun oleh pemerintah pasti bersinggungan dengan bencana, konflik, dan benturan sosial lingkungan," kata Yayat .
Ia menuturkan harga tanah yang mahal membuat rakyat tidak punya pilihan lain. Bahkan, kata dia, seperti mimpi bila pemerintah bisa membangun rumah susun murah di Jalan Sudirman-Thamrin. "Harga tanah sudah 80 juta per meter. Enggak mungkin rasanya kelompok kecil bisa dapat rumah."
Jakarta, dalam konteks ibu kota negara, ujar dia, memang harus jadi kota modern yang maju dan memanusiakan warganya. Pemerintah sedang mencanangkan program 100-0-100, yang mencoba mendorong meningkatkan pelayanan kondisi permukiman.
Untuk 100 yang pertama, maksudnya adalah 100 persen pelayanan air minum. Yayat menuturkan kini pelayanan air minum belum maksimal sehingga perlu didorong. "Nol ini kumuh, kota didorong supaya me-nol-kan kawasan kumuh. Nol ini coba meningkatkan kualitas kumuh dengan upaya rehabilitasi agar pemukiman lebih baik," tuturnya.
Sedangkan 100 yang terakhir adalah 100 persen sanitasi, yaitu berkaitan dengan masalah kesehatan lingkungan. Yayat menjelaskan, kalau kota tambah kumuh, mau tidak mau harus didorong untuk dilakukan pencegahan supaya kawasan kumuh tidak terus bertambah. "Orang bisa saja dipindahkan ke rusun. Tapi kalau hanya ditata, bisa jadi kumuh. Sebab, tidak ada keberlanjutannya," tuturnya.
FRISKI RIANA