TEMPO.CO, Jakarta - Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BWSCC) memperingatkan potensi banjir di 129 kelurahan di DKI Jakarta saat musim hujan, yang puncaknya diprediksi terjadi pada Februari 2019.
Baca juga: Jakarta Banjir Susulan: Waspadai 18 Februari 2018
Menurut Kepala BWSCC Bambang Hidayah, wilayah yang berpotensi terendam banjir itu berada di daerah aliran sungai yang belum dinormalisasi. Salah satu sungai yang kerap menyumbang banjir parah, kata dia, adalah Ciliwung.
"Di Ciliwung normalisasinya mandek karena permasalahan lahan,” ucap Bambang di kantornya, seperti dikutip Koran Tempo terbitan Kamis, 13 September 2018.
Bambang menuturkan banjir yang diprediksi terjadi di Jakarta tersebut dipicu luapan air sembilan sungai yang belum dinormalisasi. Sembilan sungai itu adalah Sungai Angke, Pesanggrahan, Krukut, Ciliwung, Kanal Banjir Barat, Ciliwung Lama, Sunter, Cipinang, serta Cengkareng Drain.
Dia menjelaskan, dari 33 kilometer panjang sungai yang seharusnya dinormalisasi, baru 16 kilometer yang sudah dikerjakan. Untuk sisanya, institusi di bawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tersebut masih menunggu pembebasan lahan yang akan dilakukan Pemerintah Provinsi DKI.
Proyek normalisasi empat sungai di Ibu Kota tahun lalu molor hingga tahun ini gara-gara kekurangan dana pembebasan lahan. Empat sungai itu adalah Ciliwung, Pesanggrahan, Angke, dan Sunter.
Sebelumnya, Kepala Dinas Sumber Daya Air Provinsi DKI Jakarta Teguh Hendarwan mengatakan proyek normalisasi di ketiga sungai itu kekurangan biaya pembebasan lahan sekitar Rp 863 miliar.
Normalisasi sungai dilakukan dengan mengeruk dan memasang turap di dinding sungai. Setelah itu, Dinas Bina Marga akan membangun jalan inspeksi di kedua sisi sungai.
Menurut Teguh, di sepanjang Ciliwung, daerah Gang Arus di Cawang, Kampung Melayu, dan Berland di Matraman, Jakarta Timur, belum dibebaskan. Dua titik itu tersisa dari total 19 kilometer panjang sungai yang akan dinormalisasi.
Adapun pembebasan lahan membutuhkan waktu lama lantaran verifikasi yang berlapis. Dokumen kepemilikan lahan pun harus dicek Badan Pertanahan Nasional sebelum lahannya dibayar Dinas Sumber Daya Air. Proses itu, kata Teguh, kerap terhambat karena adanya konflik internal ahli waris.
Tahun ini, instansinya menganggarkan Rp 1,8 triliun untuk pembebasan lahan normalisasi tiga sungai. Dari nilai itu, Dinas sudah membayarkan Rp 300 miliar. "Sisanya masih berproses," kata dia.
Anggota Komisi Pembangunan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI, Bestari Barus, meminta pemerintah mempercepat verifikasi kepemilikan lahan yang telah menghambat proyek yang dimulai sejak 2013 itu. "Masalah lahan ini berulang setiap tahun,” ujarnya.
Simak juga: Ribuan Ton Sampah Banjir Jakarta Nyangkut Jembatan Kampung Melayu
Bestari menyarankan adanya perubahan penyusunan alokasi dana pembelian lahan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2019 untuk memastikan anggaran terserap. Anggaran yang tercantum hanya ditujukan untuk lahan yang sudah siap bayar dan dokumen kepemilikannya dinyatakan valid.
"Kalau sekarang anggaran digabung, gelondongan, dan lahannya juga belum jelas," ucap Bestari. Ketua Fraksi Partai NasDem menjelaskan, pembebasan lahan normalisasi sungai itu untuk mengatasi banjir Jakarta.
ADAM PRIREZA | LINDA HAIRANI