Petugas kepolisian berbicara pada pengendara motor yang melanggar dengan melintasi jalur bus Transjakarta di kawasan Grogol, Jakarta, 13 Desember 2015. TEMPO/M IQBAL ICHSAN
TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mengetahui adanya polisi yang mengarahkan pengendara masuk ke jalur Transjakarta untuk mengurai kemacetan. Ia berujar akan meminta agar Dinas Perhubungan dan Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya berdiskusi agar arahan itu tak lagi dilakukan.
"Kami sekarang sudah berdiskusi dengan Ditlantas. Kami enggak mau lagi ada diskresi itu," ujar Ahok di Balai Kota Jakarta pada Senin, 17 Mei 1016.
Di beberapa lokasi, polisi mengarahkan pengendara masuk ke jalur Transjakarta. Tujuannya agar tidak terjadi penumpukan kendaraan di jalur umum, sehingga kemacetan dapat terurai. Namun hal itu justru menyebabkan terjadinya kecelakaan di jalur Transjakarta karena pengendara saling menyerobot.
Dinas Perhubungan dan Direktorat Lalu Lintas, menurut Ahok, merupakan dua pihak yang bertanggung jawab atas kelancaran lalu lintas. Karena itu, agar mereka dapat berkomunikasi dengan baik, Ahok mengusulkan keduanya berkantor di gedung yang sama. Rencananya, Pemerintah DKI akan membeli gedung bekas Kedutaan Inggris sehingga bisa diperuntukkan bagi Ditlantas dan Dishub.
"Tahun ini kami mau beli, bayar. Ini kalau jadi beli, bekas gedung Kedubes Inggris itu kan enggak boleh dibongkar tuh, tua. Halamannya luas, taman. Gedung itu akan jadi kantor seperti di Belanda," tutur Ahok.
Dengan digabungkan dalam satu gedung, Ahok yakin dua pemangku kepentingan jalan raya itu bisa menggelar apel rutin.
"Belanda itu kantor Dishub dan Ditlantasnya bareng. Jadi, mereka apelnya pagi sampai sore bareng. Jadi, kantor termasuk kantor 112. Semua mau nelpon apa pun, kebakaran, ambulans, semua bisa di 112 emergency," ujar Ahok.