Polisi memberi garis polisi pada lift di RS Fatmawati yang jatuh, di Jakarta, 19 Juni 2016. Foto: Istimewa
TEMPO.CO, Jakarta - Ombudsman Republik Indonesia mencatat, ada dugaan maladministrasi oleh pengelola Rumah Sakit Fatmawati yang berpotensi membahayakan pengunjung dan pasien dalam peristiwa anjloknya lift rumah sakit tersebut pada Ahad, 19 Juni 2016.
Pemimpin Ombudsman RI, Ahmad Alamsyah Saragih, menyebutkan dua catatan tim Ombudsman saat menyambangi RS Fatmawati sehari setelah kejadian. Pertama, pengelola rumah sakit tidak bisa menunjukkan sertifikat layak fungsi (SLF) yang seharusnya dimiliki setiap bangunan gedung negara.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum 45/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara, setiap bangunan gedung negara harus dilengkapi dengan dokumen perizinan berupa izin mendirikan bangunan (IMB), (SLF), atau keterangan kelaikan fungsi sejenis bagi daerah yang belum melakukan penyesuaian.
“Saat ini kami sedang mengkaji lebih lanjut terkait dengan data mengenai daftar gedung yang telah memiliki SLF," kata Alamsyah dalam keterangan resminya, Rabu, 22 Juni 2016.
Dia berujar, berdasarkan keterangan satu dari dua korban, perlu waktu satu jam untuk dapat dievakuasi ke ruang instalasi gawat darurat saat kejadian. Menurut dia, hal ini mengindikasikan standar operasional prosedur (SOP) penanggulangan bencana di rumah sakit itu belum berjalan sebagaimana mestinya.
“Kalaupun ada, SOP ini harus juga diimplementasi dengan efektif dan efisien demi keselamatan orang-orang yang ada dalam rumah sakit,” ucapnya.
Lift di RS Fatmawati jatuh pada Ahad lalu pukul 11.45 WIB dari lantai empat ke lantai satu di gedung Instalasi Rawat Inap Teratai. Tak ada korban jiwa dalam kejadian ini. Semua korban sudah bisa pulang, kecuali satu orang yang mengalami luka retak tulang kaki. Pihak RS Fatmawati siap bekerja sama dengan semua pihak untuk menemukan penyebab insiden ini. Mereka juga berjanji akan menanggung biaya pengobatan semua korban.