Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Badan Reserse Kriminal Polri Brigadir Jenderal Polisi Agung Setya (kiri) dan KepalaBiro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigadir Jenderal Agus Rianto menjelaskan tentang penangkapan tersangka pembuat dan penyalur vaksin palsu di Mabes Polri, Jakarta, 23 Juni 2016. Tempo/Rezki Alvionitasari.
TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Polri menangkap sepuluh tersangka pelaku terkait dengan peredaran vaksin palsu. Mereka ditangkap di Jakarta, Banten, dan Jawa Barat.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Polri Brigadir Jenderal Agung Setya mengatakan dalam penyelidikan awal, polisi menemukan beberapa penjual vaksin yang tidak memiliki izin untuk mengedarkan vaksin ini di Karang Satria, Bekasi.
"Polisi menemukan satu tempat yang di dalamnya banyak vaksin, dan dikembangkan dengan menangkap J, pemilik toko Azka Medica di Bekasi," katanya di kantornya, Kamis, 23 Juni 2016.
Menurut Agung, vaksin ini diproduksi tiga kelompok. Sepuluh orang yang ditangkap terdiri atas 5 produsen atau pembuat, 2 kurir, 2 penjual termasuk pemilik apotek, dan 1 pekerja percetakan yang mencetak label vaksin. Mereka dijerat dengan pasal dari Undang-Undang Kesehatan dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.
Barang bukti yang disita polisi adalah 195 bungkus vaksin hepatitis B, 221 botol vaksin Pediacel, 364 botol pelarut vaksin Campak Kering, 81 bungkus vaksin penetes polio, 55 vaksin Anti-Snake dalam plastik, dokumen bukti penjualan vaksin, dan alat pembuat vaksin.
Pada Juli 2016, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan bahwa vaksin pertama untuk mencegah demam berdarah tersedia untuk masyarakat di seluruh dunia yang berusia 9 sampai 60 tahun. Ini berita baik bagi Indonesia, tempat demam berdarah mempengaruhi lebih dari 120 ribu orang dengan beban biaya US$ 323 juta (sekitar Rp 4,3 triliun) setiap tahun.