Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. TEMPO/Frannoto
TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok tidak mempermasalahkan jika arus mudik menyebabkan tingkat urbanisasi yang tinggi. Asalkan, kata Ahok urbanisasi tidak menimbulkan kawasan kumuh yang baru.
"Selama enggak ada kawasan kumuh pasti yang namanya urbanisasi gampang dikontrol," kata Ahok di Terminal Pulo Gebang, Senin, 4 Juli 2016.
Ahok mengaku terbuka dengan arus urbanisasi pasca-Lebaran, selama pendatang tidak melanggar aturan peruntukan kawasan permukiman. Ahok melarang, baik itu warga setempat atau pendatang, untuk tinggal di area bantaran sungai atau waduk. "Jangan kamu duduki sungai dan waduk, jangan kamu sewain juga," kata Ahok.
Menurut Ahok, Jakarta adalah kota terbuka, terlebih statusnya adalah ibu kota negara. Artinya, Jakarta boleh menerima siapa pun yang hendak singgah. "Siapa pun mau dateng silakan yang penting jangan nyewa rumah-rumah di pinggir sungai atau di pinggir waduk. Itu yang kurang ajar pengembang PKL (pedagang kaki lima) nyewa-nyewain," kata Ahok.
Ahok berujar selama praktek tersebut tidak terjadi, Jakarta akan tertib dan aman. Ahok menganjurkan bagi pendatang untuk tinggal di rumah susun sewa yang telah disediakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. "Kamu tinggal di rumah susun, di rumah saudara kamu. Kalau enggak ada kerjaan, enggak ada duit, dibalikin enggak saudara kamu? Pasti dibalikin," tutur Ahok.
Selain itu, Ahok juga tidak melarang pendatang untuk bekerja sebagai asisten rumah tangga (ART). Justru, Ahok mengkhawatirkan pendatang yang bekerja di industri atau pabrik di sekitar atau pinggiran Jakarta. Ahok meminta agar masyarakat yang bekerja di industri disediakan tempat tinggal yang layak.
"Makanya saya mau yang tinggal di industri ini siapin rumah buat pegawaimu. Kalau enggak bisa siapin ya jangan. Nanti, kalau sudah enggak ada lagi yang kumuh, pasti dia mau enggak mau berhenti sendiri. Itu saja," tutur Ahok.