Nelayan dari Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta mengacungkan ikan dalam demo di depan Istana Negara, Jakarta, 19 September 2016. Mereka keberatan dengan pernyataan Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan bahwa tidak ada alasan untuk tidak melanjutkan reklamasi teluk Jakarta. TEMPO/Subekti
TEMPO.CO, Jakarta - Penolakan terhadap reklamasi Teluk Jakarta terus disuarakan oleh para nelayan. Wakil Ketua Komunitas Nelayan Tradisional Khalil bin Carlin mengatakan akan terus berjuang menolak reklamasi sampai mati. "Saya tidak takut," kata dia lantang di depan Pengadilan Tata Usaha Negara, Jakarta Timur, Kamis 23 Februari 2017.
Khalil mengatakan sebagai nelayan hidupnya kini tambah sengsara. Hasil ikan setelah adanya reklamasi sangat menurun. "Untuk hidup saja susah. Beli solar buat melaut juga susah," kata Khalil.
Keluhan yang sama juga diungkapkan Wardi, 48 tahun, seorang nelayan di Teluk Jakarta. Sebagai nelayan hidupnya saat ini susah. "Dulu bisa sampai 15 kwintal sekarang 5 kilogran aja syukur," kata Wardi.
Lasma, istri Wardi mengungkapkan hal yang sama. Karena itu, kata Lasma, ia terus berjuang menolak reklamasi lewat jalur hukum. Perjuangannya ini, kata Lasma bukan untuk dirinya. Melainkan untuk keturunannya. "Ini bukan demi saya. Ini demi keturunan saya yang masih punya masa depan," kata Lasma, 51 tahun.
Para nelayan Muara Angke hari ini mendatangi PTUN untuk mengawal sidang gugatan surat keputusan yang dikeluarkan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok tentang pemberian izin pembangunan reklamasi pulau F, I, dan K.
Sidang hari ini sempat diskors karena pengacara tergugat intervensi belum datang. Ketua Komunitas Nelayan Tradisional Iwan Carmidi mengatakan sebanyak 30 nelayan mengikuti sidang ini.
Iwan mengatakan selama dua tahun mereka sulit mendapat ikan sebagai sumber pencarian mereka/