TEMPO.CO, Jakarta - Meski sudah menggelar operasi tangkap tangan (OTT) di Kabupaten Sidoarjo pada Jumat kemarin, 26 Januari 2023, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak kunjung mengumumkan satu pun tersangka hingga Ahad. Padahal dalam OTT tersebut komisi antirasuah sudah menangkap 10 orang.
Menurut seorang penegak hukum di KPK, penyidik baru menetapkan satu tersangka berinisial S. Dia adalah istri salah seorang pegawai negeri yang diciduk KPK di Sidoarjo. “Sebenarnya sudah dibuat rapat gelar perkara. Tapi pimpinan KPK termasuk di Kedeputian Penindakan belum mau menetapkan tersangka dari penyelenggara negara yang terlibat,” katanya kepada Tempo, Ahad, 28 Januari 2024.
Akibat pemeriksaan yang mandek, penyidik dan penyelidik KPK kesulitan memeriksa pejabat tertinggi di Kabupaten Sidoarjo, yaitu Bupati Ahmad Muhdlor Ali. Sebab pemeriksaan tersebut membutuhkan restu pimpinan KPK. Sementara, penyelidik dan penyidik sudah mengantongi sejumlah bukti yang bisa menyeret sang kepala daerah. “Pimpinan seperti melindungi bupati,” ujar penegak hukum itu.
Sikap pimpinan itu, kata penegak hukum tersebut, terlihat saat rapat gelar perkara yang digelar di Gedung Merah Putih pada Jumat kemarin. Rapat itu hanya berujung penetapan satu tersangka. Itu pun karena pemberitaan soal OTT di Sidoarjo telanjur meluas di media massa.
Karena pemberitaan soal OTT di Sidoarjo ini sudah ramai, forum ekspose menyepakati kasus ini naik ke penyidikan dengan satu tersangka yang hanya dijerat Pasal 12 huruf (f) UU Tindak Pidana Korupsi. Pasal ini berisi larangan kepadap pegawai negeri yang memotong anggaran negara dengan hukuman minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara.
KPK justru dikabarkan mau menyerahkan kasus ini ke kepolisian. Alasannya dalam OTT kemarin tidak cukup banyak penyelenggara negara yang terjerat. “Padahal saat rapat sudah dijelaskan bupati bisa dijerat dengan menggunakan Pasal 55 KUHP yaitu turut serta, tapi sampai hari ini enggak ada tindak lanjut dari pimpinan,” tutur penegak hukum itu.
Tempo berupaya menghubungi Ketua KPK Nawawi Pomoloango, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dan Johanis Tanak lewat akun WhatsApp. Namun, ketiganya tak kunjung merespons permintaan konfirmasi.
Sementara, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengaku tak mengetahui isi gelar perkara tersebut. "Mungkin bisa ditanya ke pimpinan yang lain. Saya posisi di luar kota pada saat rapat ekspose," katanya.
Tempo juga sudah menghubungi nomor telepon Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali tapi tak kunjung berbalas. Wakil Bupati Subandi juga tak merespons konfirmasi yang dikirimkan.
Dalam keterangan tertulis yang tersebar pada Sabtu, 27 Januari, Bupati Ahmad Mudhlor Ali menyampaikan pihaknya menghormati proses hukum di KPK dan tak tahu pasti siapa saja yang sudah diperiksa. Ia menyerahkan sepenuhnya pemeriksaan kasis ini kepada KPK. “Kami sepenuhnya percaya kepada KPK dan menghormati serta menghargai semua yang menjadi kewenangannya,” tulisnya.
Ditanya soal pemeriksaan yang mandek itu, Juru Bicara KPK Ali Fikri tak menjawab secara detail. "Semuanya masih berproses, teman-teman sabar, tunggu saja,” katanya saat dihubungi Ahad malam.
Pada Jumat kemarin, Juru Bicara Bidang Penindakan dan Kelembagaan KPK, Ali Fikri, menyampaikan pihaknya sudah menangkap 10 orang di Sidoarjo. Penangkapan ini berkaitan dengan korupsi pemotongan insentif pajak dan retribusi daerah, termasuk pemotongan anggaran proyek lain. “Beberapa yang ditahan di antaranya ASN,” kata Ali.
NOVALI PANJI
Pilihan Editor: Kemenhan dan TNI Tak Masuk Survei Penilaian Integritas, KPK: Enggak Kirim Data