TEMPO.CO, Jakarta - Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Saldi Isra memberikan sinyal “Cetho welo-welo” dalam putusan mengenai syarat batas usia calon kepala daerah pada kontestasi pemilihan kepala daerah atau Pilkada. Cetho welo-welo merupakan sebuah peribahasa dalam bahasa Jawa yang berarti sudah jelas atau terang-benderang.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa syarat usia calon kepala daerah harus terpenuhi saat penetapan pasangan calon peserta Pilkada oleh Komisi Pemilihan Umum atau KPU. Hal ini tertuang dalam Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024 mengenai pengujian syarat batas usia calon kepala daerah yang diatur dalam Pasal 7 ayat (2) huruf e UU Pilkada.
Perkara ini diajukan oleh dua pemohon yang berstatus sebagai mahasiswa, yakni Fahrur Rozi dan Anthony Lee. Mereka meminta MK menambahkan frasa “terhitung sejak penetapan pasangan calon” ke dalam Pasal 7 ayat (2) huruf e UU Pilkada itu. Namun, Mahkamah menyatakan bahwa pasal tersebut sudah jelas dan tidak perlu ditambahkan frasa atau makna lain.
“Menimbang bahwa setelah Mahkamah mempertimbangkan secara utuh dan komprehensif berdasarkan pada pendekatan historis, sistematis, praktik selama ini, dan perbandingan, Pasal 7 ayat (2) huruf e UU 10/2016 merupakan norma yang sudah jelas, terang-benderang, bak basuluh matohari (dalam bahasa Minangkabau), cheto welo-welo (dalam bahasa Jawa), sehingga terhadapnya tidak dapat dan tidak perlu diberikan atau ditambahkan makna lain atau berbeda selain dari yang dipertimbangkan dalam putusan a quo, yaitu persyaratan dimaksud harus dipenuhi pada proses pencalonan yang bermuara pada penetapan calon,” kata Saldi Isra yang juga menjabat sebagai hakim konstitusi, di ruang sidang MK, Jakarta, Selasa, 20 Agustus 2024.
Meski menolak permohonan dari Fahrur dan Anthony, MK sepakat bahwa setiap persyaratan calon kepala daerah, termasuk soal batas usia, harus dipenuhi sebelum penetapan calon oleh KPU. “Semua syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 7 UU 10/2016 harus dipastikan telah terpenuhi sebelum penyelenggara, in casu KPU, menetapkan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah,” ucap Saldi.
Lantas, seperti apa sebenarnya sosok Saldi Isra, hakim MK yang berikan sinyal cetho welo-welo di putusan syarat batas usia Pilkada?
Sosok Saldi Isra
Saldi Isra adalah hakim sekaligus Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi. Dia lahir pada 20 Agustus 1968 di Solok, Sumatera barat. Melansir dari laman Mahkamah Konstitusi, hakim berusia 53 tahun tersebut menikah dengan Leslie Annisaa Taufik. Dari pernikahannya, Saldi dan Leslie dikaruniai tiga orang anak.
Selain aktif di dunia hukum, Saldi memiliki hobi di bidang olahraga yaitu bulutangkis. Cerita perjalanan Saldi menjadi hakim berawal dari ketidaksengajaan. Sewaktu SMA, Saldi mengambil jurusan fisika sehingga sama sekali tidak pernah terbayang sebelumnya untuk melanjutkan pendidikan tingginya di jurusan ilmu hukum.
Namun pada akhirnya, Saldi lolos UMPTN di jurusan Ilmu Hukum Universitas Andalas. Ia kemudian lulus dari sana pada 1995 dan memperoleh gelar sarjana hukum. Kemudian, Saldi melanjutkan pendidikannya dengan meraih gelar Master of Public Administration dari Universitas Malaya, Malaysia. Setelah itu, Saldi menyelesaikan studi strata tiga di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, dan berhasil meraih gelar Doktor dengan predikat Cum Laude.
Saldi kemudian diangkat sebagai Profesor Hukum Tata Negara di Universitas Andalas. Selain menjalani peran sebagai pengajar di universitas tersebut, Saldi Isra juga terkenal sebagai Kepala Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) di Fakultas Hukum Unand yang memfokuskan perhatian pada isu-isu ketatanegaraan. Selain itu, ia turut berperan aktif dalam gerakan anti-korupsi di Indonesia.
Kiprah awal Saldi Isra di Mahkamah Konstitusi adalah pada 11 April 2017. Saat itu Saldi ditunjuk Presiden Jokowi untuk menggantikan Patrialis Akbar sebagai hakim konstitusi pada masa jabatan 2017-2022.
Setelah itu, Saldi Isra terpilih menjadi Wakil Ketua MK periode 2023-2028. Ia mendapatkan jabatan tersebut setelah memperoleh suara terbanyak sebanyak 4 suara dari 9 Hakim Konstitusi pada rapat Pleno pemilihan Ketua dan Wakil MK.
ANTARA | SULTAN ABDURRAHMAN | ANANDA RIDHO SULISTYA | NAUFAL RIDHWAN ALY | ADINDA JASMINE PRASETYO, berkontribusi dalam artikel ini
Pilihan Editor: Sidang Perdana Helena Lim dalam Kasus Korupsi Timah Digelar di Tipikor