TEMPO.CO, Jakarta - Yusril Ihza Mahendra mengatakan ia akan melawan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, yang menggugat aturan cuti kampanye pilkada ke Mahkamah Konstitusi. "Sebagaimana Pak Ahok, posisi saya sama-sama mempunyai legal standing, baik untuk menguji UU Pilkada maupun maju sebagai pihak terkait," kata Yusril melalui keterangan tertulis, Jumat, 12 Agustus 2016.
Menurut Yusril, berdasarkan UU Pilkada, seorang petahana harus mundur atau cuti ketika memutuskan kembali maju dalam pilkada. Tujuannya, kata dia, agar keadilan ditegakkan dan dijauhkan dari kecurangan. Sebab, jika tidak cuti, inkumben akan berpotensi menyalahgunakan kekuasaan dan dana pemerintah.
"Pak Ahok seharusnya berani bertarung secara kesatria, jujur, dan adil serta menjauhkan diri dari niat buruk untuk memanfaatkan jabatan," tuturnya. Menurut Yusril, alasan Ahok enggan mengambil cuti karena masalah ABPD hanyalah alasan yang dibuat-buat. “Tidak punya basis alasan konstitusional.”
Sebelumnya, Ahok ingin MK menguji Pasal 70 ayat 2 Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah. Beleid ini menyebutkan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, wali kota dan wakil wali kota, pejabat negara lain, serta pejabat daerah dapat ikut dalam kampanye dengan mengajukan izin cuti kampanye sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Menurut Ahok, seharusnya aturan itu memberi pilihan kepada setiap kepala daerah, bukan memaksa mengajukan cuti kampanye. Ahok berujar lebih baik tidak mengikuti kampanye ketimbang harus cuti saat berkampanye. Sebab, rangkaian pemilihan Gubernur Jakarta pada September 2016-Februari 2017 bentrok dengan pembahasan anggaran.
Ahok khawatir rancangan anggaran yang sedang dia susun berubah ketika pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jakarta. Perencanaan berisiko bila diserahkan kepada pelaksana tugas. Ditambah lagi, wakilnya, Djarot Saiful Hidayat, dan Sekretaris Daerah Syaifullah berpotensi ikut meramaikan pilkada.
INGE KLARA SAFITRI