TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah DKI Jakarta memprotes keputusan Perusahaan Listrik Negara (PLN) memutus aliran listrik di sejumlah sekolah. Sekretaris Daerah Pemerintah DKI Jakarta Saefullah menilai kebijakan tersebut berdampak pada gangguan kegiatan belajar-mengajar. “Seharusnya PLN mengerti dampak pemutusan listrik. Saya rasa kurang elok kalau main putus begitu saja,” ujar Saefullah, Selasa, 25 Juli 2017.
Beban tagihan listrik masih menjadi kendala bagi sejumlah sekolah di Jakarta akibat siklus anggaran yang cair setiap tiga bulan. Aliran listrik semua sekolah tersebut bisa padam sewaktu-waktu jika belum melakukan pelunasan sesuai dengan tenggat yang diberikan PLN. Dampak dari pemutusan listrik tersebut kini dirasakan Sekolah Menengah Atas 48, Jakarta Timur, dan sejumlah sekolah lain di Jakarta Barat.
Baca: DKI Minta PLN Beri Kelonggaran Pembayaran Listrik Sekolah
Menurut Saefullah, PLN semestinya memberi kelonggaran kepada penyelenggara sekolah. Apalagi, kata dia, pemerintah Jakarta selama ini tak menyoal pengembangan bisnis PLN yang banyak meminjamkan tanah pemerintah sebagai gardu listrik. “Saya paham bisnis PLN itu untuk kepentingan publik, tapi kegiatan belajar di sekolah menyangkut tujuan negara mencerdaskan bangsa,” tuturnya.
Wakil Kepala Dinas Pendidikan Jakarta Bowo Irianto mengaku telah berulang kali melobi PLN untuk menunda sanksi pemadaman listrik. Semula, kata Bowo, pemerintah berharap PLN bersedia menerima skema pembayaran listrik untuk pemakaian tiga bulan ke belakang. Usul itu ditawarkan lantaran beban biaya listrik diambil dari pos dana bantuan sekolah yang cair setiap tiga bulan.
Usul skema pembayaran per triwulan itu, kata Bowo, tak mendapat sambutan dari PLN karena pertimbangan bisnis. PLN berkukuh tagihan pemakaian listrik tetap dibayar di bulan pemakaian berikutnya. “PLN membuat indikator pencapaian kinerja melalui hasil penarikan tagihan, sedangkan kemampuan pembayaran kami banyak bergantung pada siklus anggaran,” ucapnya.
Manajer Niaga dan Pelayanan Pelanggaran PLN Distribusi Jakarta Raya Leo Basuki mengatakan layanan listrik diberlakukan sama bagi setiap pelanggan. PLN tak bisa memberi kelonggaran karena penundaan pembayaran bisa berdampak pada kinerja perusahaan. “Toleransi pembayaran hanya diberikan selama 20 hari setelah bulan pemakaian. Itu berlaku buat yang lain juga,” ujar Leo.
Baca juga: PLN Putus Aliran Listrik di 12 Sekolah Negeri, Ini Alasannya
Menurut Leo, masalah tagihan listrik sempat diatasi setelah PLN menandatangani nota kesepahaman bersama Bank DKI dan pemerintah DKI Jakarta. Lewat kerja sama tersebut, kata Leo, Bank DKI sepakat mengambil peran sebagai lembaga penyedia dana talangan selama pencairan dana bantuan operasional sekolah (BOS). “Tapi masih terhambat menjalankan sistem tersebut. Kami kira masalahnya ada di pihak sekolah,” katanya.
AVIT HIDAYAT