TEMPO.CO, Jakarta - Polisi tidak bergerak cepat menahan bekas Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK, Firli Bahuri, atas kasus pemerasan. Firli Bahuri merupakan tersangka pemerasan eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) sebesar Rp 50 miliar yang kasusnya ditangani oleh Polda Metro Jaya.
Penanganan kasus pemerasan yang lambat ini direspons Ketua IM57+ Institute Praswad Nugraha. Menurut Praswad, padahal dalam persidangan SYL sangat jelas. Juga dalam kesaksian bekas ajudan SYL Panji Harjanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta. "Itu sudah jelas permintaan Rp 50 miliar," kata dia, melalui sambungan telepon, Jumat, 26 April 2024.
Sebelumnya, terungkap bahwa Firli Bahuri meminta uang di SYL sebesar Rp 50 miliar. Permintaan uang itu berhubungan dengan kasus Syahrul Yasin Limpo yang ditangani KPK. Hal itu muncul dalam persidangan Panji, pada Rabu, 17 April 2024. Panji bercerita mengetahui soal permintaan uang Rp 50 miliar oleh Firli dari percakapan SYL bersama mantan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan, Muhammad Hatta, dan mantan Staf Khusus Mentan Imam Muhajidin Fahmid. Perbincangan itu dilakukan di ruang kerja SYL.
"Saya tahu mengenai permintaan dana itu dari percakapan Bapak Syahrul," kata Panji di tengah persidangan. Menurut dia, SYL sempat mengumpulkan para eselon I Kementan di rumah dinasnya pada 2022. SYL menginstruksikan mantan Inspektur Jenderal Kementan, Jan Maringka, berkoordinasi dengan KPK.
Selain permintaan Rp 50 miliar oleh Firli kepada SYL, kata Praswad, ada beberapa transaksi dilakukan di area parkir. Menurut dia, setiap pertemuan keduanya ada transaksi Rp 1 miliar, Rp 2 miliar, dan lainnya. "Ada kejadian di Kertanegara, rumah di Bekasi, sama kejadian di lapangan bulu tangkis," tutur dia.
Dari semua peristiwa itu, seharusnya pengumpulan alat bukti oleh Kepolisian Daerah Metro Jaya, itu terkonfirmasi di dalam persidangan. Artinya, sudah ada dua alat bukti yang lengkap. Terjadi peristiwa pemerasan. "Delivery maupun permintaan Rp 50 miliar," kata Praswad.
Menurut dia, SYL juga sudah menyampaikan uang Rp 50 miliar itu sudah dikumpulkan secara tunai. Saat itu digeledah di KPK dan disita. "Sebelum ter-delivery ke Firli Bahuri," tutur dia. Sehingga dari persidangan SYL di Pengadilan Tipikor, kata dia, secara lengkap para saksi sudah mengkonfirmasi bahwa peristiwa pemerasan itu terjadi.
Praswad mengatakan, praperadilan Firli Bahuri di Pengadilan Jakarta Selatan juga menyatakan kasus Firli fulltoid. Jadi sudah ada dua persidangan, baik di sidang SYL maupun praperadilan di Pengadilan Jakarta Selatan, telah terkonfirmasi peristiwa lengkap pemerasan Firli ke SYL.
"Menurut saya tidak ada lagi alasan penundaan penahanan (Firli). Penahanan harus dilakukan sekarang," kata dia. Sebaiknya, kata dia, persidangan SYL dan Firli Bahuri itu berjalan bersamaan sehingga masalah pemerasan ini bisa saling terkonfirmasi. "Karena itu satu batang tubuh, peristiwanya sama."
Dia mengatakan dalam kasus Firli Bahuri ini, ada korupsi yang terjadi dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi. "Jadi di dalam proses penegakan hukum, terjadi korupsi. Ada korupsi di dalam korupsi," ucap mantan penyidik KPK, itu.