Penasehat Hukum Paul Soetopo Anggap Surat Dakwaan Keliru
Reporter
Editor
Jumat, 18 Juli 2003 11:28 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta:Surat dakwaan secara keliru telah mengkategorikan perbuatan mantan Direktur Bank Indonesia Paul Soetopo Tjokronegoro sebagai perbuatan pidana. Padahal perbuatan Soetopo merupakan perbuatan pemerintahan yang sah dalam menentukan suatu kebijaksanaan pemerintahan. Pernyataan ini disampaikan oleh penasehat hukum Paul, Maiyasyak Johan dalam nota keberatan, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (28/1). Dalam nota keberatan setebal 62 halaman itu, penasehat hukum menjelaskan tindakan Paul Soetopo tersebut berawal dari krisis moneter yang terjadi di Indonesia, sehingga menyebabkan beberapa bank mengalami kesulitan likuiditas. Apabila dana yang ada di rekening giro bank yang bersangkutan tidak cukup untuk memenuhi kewajibannya, maka bank yang bersangkutan mengalami saldo negatif. Bank Indonesia lanjut penasehat hukum, sebagai bank sentral sesuai UU No.13 Tahun 1968, menyediakan bantuan likuiditas untuk melaksanakan fungsinya sebagai lender of the last resort. Yakni BI dapat memberikan kredit likuidtas kepada bank-bank untuk mengatasi kesulitan likuiditas dalam keadaan darurat. Berdasarkan undang-undang tersebut dan surat keputusan rapat direksi BI, Paul Soetopo memberikan bantuan liluiditas kepada lima bank swasta, diantaranya Bank Harapan Sentosa, Bank Nasional, dan Bank Andrico. Total bantuan likuditas yang diberikan untuk mengikuti kliring sebesar Rp2,021 triliun. “Perbuatan terdakwa bukan perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan wewenang, tapi perbuatan untuk mematuhi surat keputusan Direksi BI dan kebijaksanaan pemerintah. Penasehat hukum menambahkan bahwa kedudukan BI berdasarkan UU No.13 Tahun 1968, bukan dan belum merupakan sebuah lembaga independen. Sebagai akibatnya BI tunduk kepada kebijakan pemerintah dan mempunyai tugas membantu presiden dalam melaksanakan kebijaksanaan moneter. “Yang kami pertanyakan, apakah perbuatan terdakwa dengan alasan melaksanakan perintah presiden disebut sebagai perbuatan pidana,” jelas Maiyasyak Di bagian akhir eksepsinya, penasehat hukum meminta majelis hakim untuk tidak menerima surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum, Sunarta, pengadilan tidak berwenang mengadili dan melepaskan terdakwa dari seluruh tuntutan dan dakwaan. Sidang yang berlangsung sekitar tiga jam itu akhirnya ditunda Ketua Majelis Hakim Amiruddin Zakaria. Sidang akan dilanjutkan 5 Februari untuk mendengarkan pendapat jaksa terhadap nota keberatan penasehat hukum terdakwa. (SS Kurniawan-Tempo News Room)
Berita terkait
Alasan Golkar Buka Peluang Usung Irjen Ahmad Luthfi pada Pilkada Jateng
3 menit lalu
Alasan Golkar Buka Peluang Usung Irjen Ahmad Luthfi pada Pilkada Jateng
Golkar membuka peluang bagi tokoh di luar partai yang ingin maju pada Pilkada Jateng.