TEMPO Interaktif, Jakarta:Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) melakukan aksi di bundaran Hotel Indonesia menuntut pemerintahan Megawati berkomitmen terhadap pendidikan. ?Telah terjadi komersialisasi dalam dunia pendidikan sejak tingkat SD hingga perguruan tinggi, salah satu contohnya adalah di UI yang uang pangkalnya naik hingga Rp 25 juta,? kata Teguh, Humas LMND wilayah Jabotabek, Jumat (13/8). Menurutnya, subsidi pendidikan dalam pemerintahan Megawati jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan subsidi untuk militer. ?Subsidi pendidikan hanya berkisar empat persen, sedangkan militer mencapai 30 persen dari APBN,? tandas Teguh. Pendidikan sebagai pilar dari proses pembangunan demokrasi telah mengalami kemunduran yang diperkuat dengan adanya Undang-undang Sisdiknas, yang menghambat proses demokrasi. Akibatnya, terjadi privatisasi dan komersialisasi dalam dunia pendidikan sekaligus menimbulkan peningkatan angka anak putus sekolah. ?Juga tidak transparannya anggaran yang diberikan oleh pemerintah yang sebenarnya diatur dalam UU sebesar 20 persen dari APBN, namun realisasinya tidak mencapai 20 persen. Ini adalah bukti dari ketidakseriusan pemerintah dalam dunia pendidikan,? kata dia. Selain itu, militerisme juga masuk ke dalam dunia pendidikan. ?Ini terbukti dari aktivis mahasiswa kampus yang mengalami sanksi DO Drop Out, skorsing ataupun pemenjaraan ala militerisme,? ucap Teguh. Aktifis LMND Yogyakarta, Mahendra dan Sunu serta Renaldi mahasiswa IAIN Pekan Baru, juga mengalami DO akibat aktivitas politiknya yang menuntut perubahan. ?Karena itu kami juga menyatakan menentang RUU TNI karena dianggap sebagai upaya sistematis militer untuk mengambil posisi politik sipil,? ujarnya. Ada beberapa pasal yang ditentang oleh LMND seperti pasal 8 mengenai pelegalan komando teritorial juga pasal 45 mengenai wewenang prajurit yang dapat mengambil posisi baik di departemen maupun di nondepartemen dalam pemerintahan. ?Ini jelas bahwa militer akan mengambil alih kekuasaan sipil,? ucap Teguh. Aksi dilakukan dengan membawa keranda sebagai simbol dari matinya ruang demokrasi. Dalam keranda tersebut terdapat berbagai macam persoalan HAM maupun politik yang ikut juga mati. Menurut Teguh, aksi ini dilakukan serentak diseluruh Indonesia pada semua cabang LMND dari Aceh hingga Papua. Muhamad Fasabeni - Tempo News Room