TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK Nurul Ghufron menganggap pelaporannya terhadap Anggota Dewan Pengawas (Dewas) Albertina Ho sudah tepat. Ia menjelaskan perihal Dewas KPK tak memiliki wewenang meminta laporan analisis dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
“SE yang dijadikan dasar itu bukan hukum karenanya tak bisa dijadikan dasar untuk memperoleh kewenangan. Saya mengetahuinya itu berdasarkan surat yang disampaikan Bu Aho, yang mendasarkan suratnya pada analisis transaksi keuangan,” kata Ghufron kepada Tempo, Kamis malam, 25 April 2024.
Ghufron mengatakan permintaan informasi transaksi keuangan kepada PPATK, diatur dalam Undang-Undang 8 tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Pasal 44 ayat (1) Huruf e UU tersebut menyatakan; meneruskan informasi dan/atau hasil analisis kepada instansi peminta, baik di dalam maupun di luar negeri.
Sementara menurut Ghufron, yang dimaksud dengan “instansi peminta” tersebut menurut Perpres 50 tahun 2011 Pasal 36, yakni instansi penegak hukum, lembaga yang bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
“Lembaga lain yang terkait dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang atau tindak pidana lain dengan hubungan tindak pidana pencucian uang, dan financial intelligence unit negara lain. Kemudian lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap pihak pelapor, ini maksudnya OJK, bukan Dewas,” katanya.
Ghufron mengatakan, berdasarkan ketentuan, frasa “instansi peminta” tak termasuk Dewas KPK di dalamnya, sehingga dapat disimpulkan tak memiliki kewenangan melakukan permintaan analisis transaksi keuangan.
Adapun alasannya, kata dia, Dewas KPK bukan penegak hukum, bukan merupakan lembaga pengawas dari Pihak Pelapor, karena menurut Pasal 1 angka 11 UU 8 tahun 2010, Pihak Pelapor adalah setiap orang yang menurut Undang-Undang ini wajib menyampaikan laporan kepada PPATK.
“Dewas bukan merupakan lembaga yang bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Bukan lembaga terkait dengan tindak pidana pencucian uang maupun financial intelligence,” tuturnya.
Ghufron menuturkan, permintaan analisis transaksi keuangan dari KPK harus secara formil dilakukan dan ditandatangani oleh Pimpinan KPK, selanjutnya ketentuan tersebut didelegasikan oleh pimpinan KPK berdasarkan perkom KPK RI No 7 tahun 2020 kepada Direktorat PJKAKI, sebagaimana diatur dalam Pasal 72 ayat (1), yang menyatakan Direktorat Pembinaan Jaringan Kerja Antar Komisi dan Instansi mempunyai tugas menyiapkan kebijakan dan pelaksanaan pembinaan jaringan kerja antar komisi dan instansi.
Sebelumnya, Albertina Ho mengatakan jika pelaporan Nurul Ghufron terhadapnya itu karena koordinasi dengan PPATK perihal permintaan informasi dalam pengumpulan bukti dugaan penerima suap atau gratifikasi Jaksa TI yang sempat diproses di Dewas, maka ia menganggap sudah sesuai aturan yang berlaku. "(Sesuai) SE Kemenpan RB No 1 tahun 2012,” ujar Albertina kepada Tempo, Rabu, 24 April 2024.
Albertina Ho mengatakan dalam menangani laporan Jaksa TI, dia mewakili Dewas KPK dalam melakukan koordinasi dengan PPATK karena yang ditunjuk sebagai PIC (person in charge) masalah etik. “Jadi saya dilaporkan dalam melaksanakan tugas sebagai anggota Dewas KPK. Hanya saya yang dilaporkan, padahal keputusan yang diambil Dewas itu kolektif kolegial,” katanya.
Pilihan Editor: Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK karena Tetap Proses Dugaan Pelanggaran Etiknya