Ilustrasi kemacetan lalu lintas. TEMPO/Dasril Roszandi
TEMPO.CO , Jakarta - Wakil Menteri Pekerjaan Umum Hermanto Dardak menilai Jakarta sudah terlambat dalam membangun transportasi massal. "Harusnya tiap kota memiliki sistem transportasi massal bawah tanah jika penduduknya mencapai 5 juta jiwa," katanya di Sarinah, Jakarta, Kamis, 14 Maret 2013.
Menurutnya, beban penduduk Jakarta dan sekitarnya saat ini sudah terlalu penuh untuk menampung beban perjalanan hariannya. Dia menilai, peningkatan jumlah kendaraan sebanyak 9 persen per tahun tidak sebanding dengan peningkatan rasio jalan yang cuma 0,01 persen tiap tahunnya.
Hermanto menilai, penambahan jalan menjadi salah satu solusi yang harus dilakukan oleh pemerintah. Soalnya, berkurangnya jumlah jalan akan berakibat pada keberlangsungan ekonomi nasional.
Menurutnya, pembangunan jalan itu harus dilakukan sebanding dengan peningkatan transportasi massal di ibukota. "Jadi jangan dilarang hak pengguna jalan karena bisa mengganggu kegiatan perekonomian nasional juga," kata dia. Dia juga menegaskan, pembangunan sistem transportasi massal juga harus dilakukan secepat mungkin lantaran penduduk di Jakarta dan kota sekitarnya mencapai 30 juta.
Sementara itu, pengamat transportasi Ahmad Sadrudin menilai pemerintah tidak perlu menambah ruas jalan di ibukota. Soalnya, membangun jalan baru hanya akan menambah titik kemacetan baru. Dia pun mendesak pemerintah untuk memberlakukan moratorium penambahan jalan di ibukota.
Menurut Ahmad, solusi kemacetan di ibu kota adalah dengan mengembangkan sistem transportasi massal. Adapun program pembatasan ganjil genap kendaraan yang akan diterapkan Juni 2013 mendatang tidak akan berjalan efektif. "Karena kaum berpunya akan mengatasinya dengan membeli kendaraam bermotor baru jadi pasti bisa menyiasati kebijakan tersebut," katanya.
Ahmad melanjutkan, "Pemerintah harus merevitalisasi total transportasi massal agar kemacetan terurai tanpa meningkatkan kadar polusi udara," katanya.