TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat pendidikan Darmaningtyas menyatakan bahwa pungutan biaya tambahan terhadap siswa sekolah jangan sampai menjadi penghambat bagi siswa yang tidak mampu. Ia khawatir biaya tambahan akan melahirkan diskriminasi dalam kegiatan belajar-mengajar.
“Harus dipastikan kalau pungutan itu sifatnya pilihan dan sukarela. Yang mampu silakan bayar, yang tidak mampu jangan dipaksa apalagi ditakut-takuti,” ujar Darmaningtyas, Senin, 8 April 2013. Munculnya biaya tambahan, kata dia, tidak lepas dari dampak dihapuskannya Rintisan Sekolah Berbasis Internasional (RSBI) oleh Mahkamah Konstitusi beberapa waktu lalu.
Darmaningtyas meminta kepada pemerintah agar pungutan biaya tambahan terhadap siswa tidak dijadikan topeng atau siasat bagi sekolah setelah penghapusan RSBI. “Jadi perlu diawasi pelaksanaannya,” kata dia.
Salah satu bentuk pengawasan dan untuk menghindari lahirnya diskriminasi, kata Darmaningtyas, pungutan terhadap orang tua siswa dilakukan ketika siswa sudah diterima oleh sekolah. “Pungutannya jangan saat penerimaan siswa baru karena bisa jadi ajang seleksi,” katanya.
Seperti diberitakan, sejumlah sekolah meminta kelonggaran untuk menarik biaya kepada para siswa. Permintaan tersebut masih dalam pembahasan oleh sejumlah sekolah yang tergabung dalam Forum Peduli Mutu Pendidikan. Menanggapi soal itu, Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menyatakan tak menjadi soal ihwal pungutan itu, mengingat ada beberapa sekolah yang dirasa mampu memberikan biaya tambahan. (Baca: Ahok Minta BOP Dicabut, Ganti Kartu Pintar)
Dennis Tito Menjadi Turis Luar Angkasa Pertama 13 Tahun Lalu, Ini Profil Ahli Fisika Itu
25 menit lalu
Dennis Tito Menjadi Turis Luar Angkasa Pertama 13 Tahun Lalu, Ini Profil Ahli Fisika Itu
Ia terbang dengan pesawat Soyuz TM-32 bersama kosmonot Rusia ke Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS). Ahli fisika rekayasa antariksa ini membayar US$ 20 juta.