TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta merasa tak ada kedala menangani kasus pemerasan oleh bekas Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Firli Bahuri diduga memeras eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo atau SYL.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Syahron Hasibuan, mengatakan kasus Firli itu bisa berjalan jika penyidik Kepolisian Daerah Metro Jaya memenuhi berkas yang diminta jaksa penuntut umum. “Di kita tidak ada kendala kalau materi yang dibutuhkan teman-teman penuntut dipenuhi penyidik,” kata dia saat dihubungi pada Sabtu, 27 April 2024.
Sebelumnya Kejaksaan mengembalikan berkas perkara tersangka kasus pemerasan SYL ke Polda Metro Jaya. Alasan pengembalian berkas dilakukan JPU karena dianggap belum lengkap atau P-19. Alasan belum lengkap itu dikemukakan setelah berkas itu diteliti sesuai Pasal 110 dan Pasal 138 (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP.
Sehingga kasus pemerasan oleh Firli kepada SYL masih perlu dikembangkan oleh penyidik di Polda Metro Jaya. Menurut Syahron, saat ini penyidik masih bekerja melengkapi berkas tersebut berdasarkan hasil koordinasi sesuai berkas P-19. Berkas itu belum dikembalikan kepada Kejaksaan. “Kalau ada mungkin kita bisa bicara banyak. Ini domainnya masih di teman-teman Polda,” kata dia.
Setelah kasus Firli memeras SYL mencuat, Polda Metro Jaya dengan cepat menetapkan Firli sebagai tersangka, pada 22 November 2023. Ia diduga melanggar Pasal 12 e dan/atau Pasal 12 B dan atau Pasal 11 UU Tipikor juncto Pasal 65 KUHP dengan ancaman maksimal hukuman penjara seumur hidup.
Kasus Firli memeras SYL ditangani oleh Polda Metro Jaya. Tindak pidana itu perihal penanganan perkara di lingkungan Kementerian Pertanian pada 2020 hingga 2023. Saat persidangan Panji Harjanto, eks ajudan SYL, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta, pada Rabu, 17 April 2024, terungkap bahwa Firli meminta uang di SYL sebesar Rp 50 miliar. Penagihan itu berhubungan dengan kasus korupsi SYL yang ditangani KPK.
Panji mengatakan mengetahui soal permintaan uang Rp 50 miliar oleh Firli dari percakapan SYL bersama mantan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta dan mantan Staf Khusus Mentan Imam Muhajidin Fahmid. Perbincangan itu dilakukan di ruang kerja SYL.
“Saya tahu mengenai permintaan dana itu dari percakapan Bapak Syahrul," kata Panji di tengah persidangan di Pengadilan Tipikor. Menurut dia, SYL sempat mengumpulkan para eselon I Kementan di rumah dinasnya pada 2022. Dia menginstruksikan mantan Inspektur Jenderal Kementan Jan Maringka berkoordinasi dengan KPK.
Syahron, mengatakan apa yang perlu dipenuhi Polda Metro Jaya perihal kasus Firli itu masih berupa hal umum. Misalnya pemenuhan alat bukti. “Seperti keterangan saksi, keterangan yang bersesuaian dengan alat bukti. Keterangan yang terhubung dengan orang, maupun dokumen. Ada kesesuaian antara keterangan yang satu dengan keterangan lain,” ucap dia.
Dia mengatakan, hal materiil yang diajukan polisi ke Kejati belum cukup. Ini yang membuat berkas yang diajukan Polda Metro Jaya dikembalikan. Padahal berkas itu lebih dipahami penyidik karena mereka berbicara langsung dengan saksi. Sehingga untuk penanganan kasus Firli Bahuri, kata dia, masih kewenangan Polda Metro Jaya. “Jadi teman-teman PMJ yang lebih punya kuasa bicara ke publik (perihal kasus Firli,” ucap dia.
Pilihan Editor: IM57 Nilai Tak Ada Lagi Alasan Penyidik Polda Metro Jaya Tidak Menahan Firli Bahuri