Seorang anak memperlihatkan KJS (Kartu Jakarta Sehat) usai dibagikan di Puskesmas Koja, Jakarta Utara, Selasa (28/5). TEMPO/Eko Siswono Toyudho
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Universitas Indonesia, Hasbullah Thabrany, mengatakan program turunan dari Kartu Jakarta Sehat adalah menggaji dokter secara bulanan. Hasbullah menyebut sistem ini sebagai kapitasi. "Bayaran tiap dokter adalah Rp 30 juta per bulan," kata Hasbullah saat berkunjung ke kantor Tempo, Senin, 10 Juni 2013.
Dengan catatan, tiap dokter mengakomodir 3.000 pasien tiap bulannya. Sehingga dokter bertanggung jawab atas pasiennya baik saat sakit atau pencegahan.
Teknisnya, kata Hasbullah, masyarakat akan memilih dokternya sendiri. Ini hanya berlaku bagi dokter umum. Karena, nantinya dokter umum tidak bekerja di rumah sakit lagi tapi hanya ditingkat masyarakat yaitu di klinik atau rumah sakit.
Setiap pasien akan berobat gratis ke dokter yang dipilihnya. Itu sudah termasuk obat untuk pasien. Karena, dokter itulah yang akan membayar obat si pasien lewat gaji tersebut. "Jadi, cukup tidak cukup gaji tersebut untuk 3.000 pasien yang jadi tanggung jawabnya," kata Hasbullah.
Dengan sistem kapitasi ini maka tidak ada alasan bagi masyarakat tidak bisa berobat. Selain itu, cara ini juga untuk efisiensi agar dokter benar-benar merawat pasien dalam porsinya. Dan, tidak ada alasan penumpukan pasien di puskesmas.
Bahkan, tambah Hasbullah, dengan sistem ini dokter bisa untung. "Karena rata-rata pasien sakit sebulan 100 orang," ujarnya. Tapi ada satu lagi tugas dokter ini, dia jugalah yang bertugas menyeleksi untuk rujukan ke rumah sakit.
Bir pletok merupakan salah satu minuman tradisional Betawi yang populer di Jakarta. Meskipun namanya bir, minuman ini tidak mengandung alkohol sama sekali.