Petugas pemadam kebakaran dan warga mengangkat puing dinding rumah yang roboh dikawasan Lenteng Agung, Jakarta (19/1). Sebuah rumah di RT 09 RW01 tersebut roboh akibat tanah longsor yang terkikis derasnya arus air sodetan kali Ciliwung dan tidak mengakibatkan korban jiwa. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Senior Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Profesor Jan Sopaheluwakan, menilai rencana pembangunan sodetan Ciliwung-Cisadane hanya solusi jangka pendek dalam mengatasi banjir. "Itu tidak cukup. Baru mengatasi Kali Ciliwung saja, belum menyentuh 12 sungai lain," kata Jan di sela pertemuan pers, Kamis, 23 Januari 2014.
Konsep sodetan sekadar mengalirkan air secepat mungkin ke laut. Padahal, penting untuk menyimpan air karena dibutuhkan pada musim kemarau. "Sodetan itu seperti saat kita pusing hanya minum obat pusing. Padahal, pusingnya karena sakit yang lain," ujarnya. (Baca: Sodetan Ciliwung-Cisadane Ancaman bagi Bandara)
Karenanya, pembangunan sodetan harus dibarengi penataan ruang secara cerdas dengan konsep wilayah biru-hijau. "(Jakarta) Utara wilayah biru, jadi harus jelas air parkir di mana. Sedangkan Jakarta Selatan wilayah hijau."
Kenyataannya, saat ini pembangunan tidak terkendali. Jan mencontohkan di wilayah Jakarta Selatan. Secara tata ruang, Jakarta Selatan merupakan wilayah hijau. Namun, pemerintah belum mengatur intensitasnya seperti yang terjadi di Kemang dan TB Simatupang. Ini perlu diatur agar suatu wilayah dapat sesuai dengan kemampuan ekosistem.
Untuk solusi jangka panjangnya, LIPI menyodorkan konsep Blue-Green Jakarta Metropolis. Konsep yang baru pertama kali di dunia ini menuntut perubahan radikal dan sistematis karena mengkombinasikan kota dengan air banjir. "Jakarta akan jadi contoh," kata Jan. Ia menyebut sedang menghitung biaya konsep tersebut. (Baca: Jokowi: Sodetan Cisadane Bukan Memindah Banjir)
Tambah Pompa Air Jadi Solusi Paling Cepat Banjir Jakarta
57 hari lalu
Tambah Pompa Air Jadi Solusi Paling Cepat Banjir Jakarta
Wakil Ketua Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA), Azas Tigor Nainggolan menyampaikan, banyaknya titik genangan air di Jakarta terjadi karena kondisi daratan yang berada dibawah permukaan air laut.