Curhat Chris dari Panti Samuel: Ayah Bunda Galak
Editor
MC Nieke Indrietta Baiduri
Kamis, 6 Maret 2014 03:30 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Dua bulatan hitam membekas di pinggang kanan Christopher Matthew, 9 tahun. Diameternya sekitar setengah sentimeter. Jarak antar bulatan tersebut kira-kira satu sentimeter. Ini adalah bekas luka karena cubitan keras Yuni Winata, istri Samuel Watulingas. "Dicubitnya pakai kuku. Rasanya sakit banget," Chris mengenang saat bicara dengan Tempo, Selasa, 4 maret 2014, di Panti Griya Asih, Cempaka Putih, Jakarta.
Chris adalah satu dari tujuh anak yang dititipkan pemilik Panti Asuhan Samuel, yakni Samuel Watulingas, ke Panti Griya Asih. Penitipan dilakukan Samuel pada Jumat, 28 Februari 2014, setelah dirinya terkena kasus dugaan penganiayaan dan pelecehan seksual terhadap anak panti yang dipimpinnya. Kepolisian telah menetapkan Samuel sebagai tersangka dalam kasus tersebut, sedangkan Yuni masih berstatus saksi. (Baca: Pemilik Panti Asuhan Samuel Jadi Tersangka)
Dalam kenangan Chris, baik Samuel maupun Yuni adalah orang yang galak. Samuel tak segan-segang memukul telapak tangan anak panti dengan lidi bila dianggap bersalah. Bila anak panti tidak mandi, buang sampah sembarangan, atau dianggap tidak sopan, itu sudah cukup bagi Samuel untuk mengambil lidi dan memukulnya ke telapak tangan anak panti. "Ada yang pernah sampai berdarah," kata Chris. (baca juga: Harun, Anak Panti Asuhan Samuel yang Suka Main Saklar)
Karakter Yuni lebih galak lagi. Chris yang kedua orang tuanya telah meninggal ini bercerita, pernah suatu saat ada seorang donatur memberi kado untuk anak-anak panti. Kado-kado itu pun diberikan satu persatu pada mereka. Namun, ada satu syarat yang disampaikan Yuni pada anak-anak panti. "Jangan buka kado dulu sebelum tamu pulang," kata Chris menirukan ucapan Yuni.
Setelah tamu pulang, Chris dan anak-anak panti lainnya pun membuka kado. Chris mendapat mainan. Ternyata, anak kandung Yuni menginginkan kado milik Chris. Yuni pun mengambil kado Chris dan memberikan pada anaknya. Tak berapa lama, karena merasa sebagai kado miliknya, Chris mengambil lagi kado tersebut. Yuni pun marah dan mencubit keras pinggang Chris. "Saya bilang ke kamu, ini mainan punya anak saya," kata Chris, yang telah menghuni panti sejak 2008, menirukan ucapan Yuni. (Baca juga: Kisah Tragis Dua Bayi Panti Asuhan Samuel)
Kenangan lain yang diungkapkan Chris adalah seringnya dia dan anak-anak panti harus menahan rasa lapar. Saat berangkat ke sekolah, Chris dan anak-anak panti tidak sarapan terlebih dahulu. Chris yang bersekolah di SD Markus di Gading Serpong ini pun mengaku tidak ada bekal makanan maupun uang yang diberikan saat dia bersekolah. "Kalau lapar, saya minta ke teman di sekolah. Sering ada yang ngasih juga. Kalau enggak dikasih, saya utang pinjam uang," kata Chris. (Baca: Panti Asuhan Samuel: Gigitan Gemas Kok Alat Bukti)
Kesempatan makan buat anak panti diberikan siang hari saat mereka pulang sekolah. Menu pun monoton. Kalau tidak kornet, nasi, dan kecap. Menu lainnya adalah mi instan dan kerupuk. Menu itu berulang untuk makan malam. Tak heran jika, di saat malam, Chris sering merasa lapar dan perutnya terasa sakit. Kadang dia mencoba mencari sisa-sisa makanan atau kue yang ada. Sayangnya, upaya itu lebih sering nihil. "Saya terpaksa tidur menahan rasa sakit," ujar Chris datar.
Kondisi panti seperti itu rupanya membuat sebagian anak panti tidak betah. Menurut Chris, awalnya jumlah anak-anak panti yang beralamat di Sektor 6, Blok GC, Gading Serpong, Banten, ini berjumlah 40 orang. Namun, lima anak panti ternyata kabur sehingga menyisakan 35 orang. Belakangan, kabur dari panti ini juga diikuti lima anak lainnya sehingga akhirnya tersisa 30 anak. "Saya enggak mau kabur karena saya enggak tahu harus tinggal di mana," kata dia pelan. (Baca: Pemilik Panti Samuel: Pelapor Suka Melawan)
AMIRULLAH
Berita Lainnya:
Sitok Srengenge Jalani Pemeriksaan Perdana
Ledakan Gudang Amunisi Tiga Kali
Satu Korban Ledakan Gudang Amunisi Meninggal