Petugas Kepolisian merazia mobil Odong-odong yang beroperasi di kawasan Jatinegara, Jakarta, Rabu (23/10). TEMPO/Eko Siswono Toyudho
TEMPO.CO, Jakarta - Pembuat odong-odong mencari cara untuk bertahan hidup setelah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melarang sarana yang dijadikan mainan anak-anak itu melintasi jalan raya. Agus Soleh, 34 tahun, contohnya. Pembuat odong-odong itu kini memproduksi odong-odong matic. (Baca: Ditabrak, Sopir Odong-odong: Saya Sudah Menepi)
Odong-odong matic adalah odong-odong yang tidak turun ke jalan, biasanya mangkal di tempat yang ramai seperti di depan minimarket. Terdapat enam bangku yang dibuat berbentuk mobil atau karakter kartun yang bisa bergerak naik-turun.
Untuk menggerakkan bangku tersebut, Agus memakai dinamo sebagai tenaga penggeraknya. Jadi tidak usah repot mengayuh pedal sepeda. Hanya tekan tombol on-off, bangku sudah bisa bergerak.
"Saya pakai dinamo agar lebih mudah," kata Agus saat ditemui di rumahnya, Jalan Kampung Baru Nomor 47 RT 14 RW 02, Kelurahan Kelapa Dua Wetan, Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur.
Agus mengaku produksinya semakin merosot akibat adanya larangan dan kecelakaan odong-odong. "Dari akhir 2013 sampai sekarang produksi menurun," kata Agus.
Agus menjual odong-odong matic dengan harga Rp 15 juta per unit. Jauh lebih murah dibanding kereta odong-odong seharga Rp 40 juta.
Meski target pengguna odong-odong matic hanya balita, tidak menutup kemungkinan usaha ini menjadi investasi yang cukup menjanjikan pada kemudian hari. "Dalam tiga jam, omzet bisa Rp 200-250 ribu," kata Agus.