Seorang demonstran wanita yang tergabung dalam Barisan Insan Muda, ikut berunjuk rasa dalam mendukung kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Balai Kota Jakarta, 2 Maret 2015. Aksi tersebut menolak hak angket yang diajukan anggota DPRD. TEMPO/M IQBAL ICHSAN
TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan kesalahan pengajuan pokok pikiran anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah terletak pada prosesnya. Alih-alih mengusulkan jenis kegiatan, ujar dia, anggota Dewan malah hanya mengajukan nilai proyek tanpa mempedulikan program kegiatannya.
"Malah menitipkan angka," ujar Ahok di Balai Kota, Kamis, 26 Maret 2015.
Ahok menuturkan pengajuan pokok pikiran merupakan kelanjutan dari upaya menyerap dan menampung aspirasi masyarakat. Pengajuan pokok pikiran diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan APBD 2015.
Aspirasi tersebut selanjutnya disampaikan dalam musyawarah perencanaan pembangunan di tingkat kelurahan. Aspirasi itu, ucap Ahok, selanjutnya didata oleh para satuan kerja perangkat daerah yang berkaitan dengan program tersebut. Menurut Ahok, anggota Dewan malah langsung menitipkan nilai proyek yang diajukan. "Kalau begitu, namanya siluman," kata Ahok.
Modus tersebut, ujar dia, telah terjadi selama bertahun-tahun. Menurut dia, penolakan memasukkan pokok pikiran itu juga yang menyebabkan DPRD menggunakan hak angket. Dia menganggap penggunaan hak itu merupakan upaya Dewan menggertak Pemerintah Provinsi DKI.
Dewan, ucap Ahok, berusaha mengajukan negosiasi melalui hak angket. Dia menuturkan Pemprov DKI tak lagi memfasilitasi pokok pikiran yang diajukan Dewan. "Nasib saya bukan di tangan mereka," kata Ahok.