TEMPO.CO, Jakarta - Kebijakan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang melarang Angkutan Perbatasan Terintegrasi Busway (APTB) masuk ke kawasan Ibu Kota menimbulkan kekhawatiran bagi penumpang.
Denny salah satunya. Pegawai swasta yang bekerja di Jakarta ini sehari-hari mesti menempuh perjalanan dari rumahnya di kawasan Bekasi. Adanya APTB, menurut wanita 26 tahun ini, sangat memberi kemudahan untuk menempuh perjalanan Bekasi-Jakarta setiap hari. "APTB kan masuk busway, jadi waktu tempuh dari Bekasi menuju pusat kota lebih cepat," ujar Denny kepada Tempo, Kamis, 7 Mei 2015
Perjalanan dari rumahnya di Bekasi menuju kantor yang terletak di kawasan Blok M, menurut Denny, bisa ditempuh hanya satu jam menggunakan jasa APTB. "Kalau naik bus biasa kalau lagi apes, ya, bisa makan waktu dua jam lebih," ucap Denny. "Waktu tempuh bisa lebih singkat, berangkatnya pun jadi enggak perlu buru-buru."
Alasan lain Denny memilih APTB sebagai moda transportasi utamanya menuju tempat kerja karena faktor kemudahan. Setelah naik APTB dari Bekasi, biasanya Denny akan turun di halte Bendungan Hilir, lalu dia menyambung naik bus Transjakarta menuju Blok M. Selain itu, hal yang penting menurut dia adalah jadwal kedatangan dan keberangkatan APTB lebih bisa diprediksi.
Soal biaya yang mesti dikeluarkan pun tak jadi soal bagi perempuan ini. Dia mengatakan, kendati merogoh kocek lebih besar, selisih ongkos yang harus dikeluarkannya untuk naik APTB hanya Rp 1.000 dari bus umum. Ia tak keberatan jika ongkos harus lebih mahal karena ada keuntungan yang ia dapatkan.
Saat kebijakan baru ini dilempar ke publik, Denny termasuk salah satu dari sekian penumpang yang kecewa. Sebab, jika APTB hanya dibatasi hingga perbatasan dari daerah tujuannya, ia harus berganti angkutan dan mengestimasi waktu lebih banyak lagi.
"Saya pilih APTB karena masuk busway. Kalau enggak, ya, apa bedanya sama bus yang lain?" kata Denny. Menurut dia, APTB pilihan yang paling menyenangkan karena bisa masuk jalur Transjakarta dan lebih mudah diakses.
AISHA SHAIDRA