Suasana pengerjaan proyek pembangunan stasiun MRT di Senayan, Jakarta, 30 Juli 2015. Dalam MRT tahap 1 ini terdiri dari 13 stasiun (7 stasiun layang dan 6 stasiun bawah tanah). TEMPO/Aditia Noviansyah
TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dijadwalkan bertemu dengan Kepala kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional DKI Djamaluddin untuk memetakan masalah pembebasan lahan proyek mass rapid transportation.
“Pembebasan lahan bergantung pada BPN (Badan Pertanahan Nasional), maka saya ingin ketemu biar cepat selesai,” kata Ahok–sapaan Basuki–di Balai Kota, Rabu, 12 Agustus 2015.
Menurut Ahok, keterlambatan proses pembebasan lahan ini karena dia tak bisa mengontrol kerja BPN DKI. Alasan dia, BPN tak berada dalam struktur pemerintahan daerah di bawah gubernur atau bupati. Sehingga bila pegawai BPN tak bekerja maksimal, Ahok berujar, tak bisa memberi sanksi. “Saya tak bisa memecat orang BPN,” ujar Ahok.
Tak hanya kendala koordinasi, Ahok menyebut, pola kerja pegawai negeri sangat lamban. Mereka tak terbiasa bekerja dengan tenggat waktu yang terukur. Sehingga, pekerjaan sering molor dan akhirnya sering tak optimal hasilnya.
“Nah, pemerintah ini kalau kerja seperti lagi Koes Plus yang judulnya Kapan-kapan itu,” ucap Ahok.
Pembebasan lahan MRT yang terkendala berada di Jakarta Selatan, yaitu kawasan Cipete, Cilandak, dan Fatmawati. Adapun PT MRT membutuhkan 101 bidang tanah dengan luasan 93.456 meter persegi untuk membangun proyek transportasi publik itu.