Rumah Sakit Sumber Waras, Jakarta Barat. TEMPO/Frannoto
TEMPO.CO, Jakarta - Majalah Tempo edisi pekan ini mengungkap motif sebenarnya di balik audit pembelian Rumah Sakit Sumber Waras oleh pemerintah Jakarta pada akhir 2014. Majalah ini menyebut ada korespondensi Kepala Badan Pemeriksa Keuangan Jakarta Efdinal yang meminta pemerintah membeli tanahnya seluas 9.618 meter persegi di pemakaman Pondok Kelapa, Jakarta Timur.
Ada enam surat yang ditulis Efdinal sejak 2008 kepada Dinas Pertamanan dan Pemakaman serta Gubernur Jakarta ketika dijabat Joko Widodo pada 2013. Saat itu Efdinal masih menjadi Kepala BPK Banten. Pada 2014, ia menjadi Kepala BPK Jakarta dan terus meminta pemerintah Jakarta membeli tanah di tengah makam tersebut.
Selanjutnya: Setelah enam kali bersurat.....
<!--more-->
Setelah enam kali surat-suratnya tak sesuai harapannya, Efdinal membuat audit yang menyalahkan pemerintah karena tak kunjung membeli lahan tersebut. Dalam audit pada Desember 2014 itu, Efdinal menulis bahwa keberadaan tanah tersebut menjadi temuan BPK yang membuat laporan keuangan pemerintah Jakarta “wajar dengan pengecualian”.
Karena itu agar tanah tersebut tak menjadi temuan BPK, Efdinal menyarankan pemerintah membelinya. Audit ini pun tak dihiraukan pemerintah karena berdasarkan penelusuran Dinas Pemakaman, tanah tersebut telah dibeli pada 1979 hanya belum balik nama kepemilikan.
Rupanya Efdinal masih berusaha menjual tanah tersebut dengan memakai audit pembelian Rumah Sakit Sumber Waras. Melalui Kepala Inspektorat Lasro Marbun, ia meminta pemerintah membeli tanah itu lagi jika tak ingin audit Sumber Waras dipublikasikan sebagai temuan berindikasi korupsi.
Lagi-lagi, pemerintah Jakarta, yang beralih dipimpin Gubernur Basuki Tjahaja Purnama, menolaknya. Kepada Lasro, Basuki meminta BPK mempublikasikan saja audit itu dan menolak membeli tanah makam. “Toh, pemerintah DKI benar,” katanya.
Audit itu pun diluncurkan BPK pada Juni 2015 dengan membuat indikasi dugaan korupsi pembelian karena harganya terlalu mahal Rp 191 miliar. Audit ini disambut DPRD yang meneruskannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi. KPK lalu meminta BPK pusat membuat audit investigasi pembelian tersebut.
Apa kata Efdinal dan Lasro? Cerita lengkap soal kongkalikong audit Sumber Waras, termasuk intrik politik menjatuhkan Ahok yang melibatkan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Hak Asasi Manusia Luhut Pandjaitan dan Ketua DPR Setya Novanto ada di majalah Tempo pekan ini.