TEMPO Interaktif, Jakarta:Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya telah mengirim surat cegah dan tangkal (cekal) terhadap lima buronan yang diduga menggelapkan aset Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), yaitu gedung Aspac, di Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan. Sumber Tempo di kepolisian menyebutkan, penyidik juga memasukkan kelima nama itu dalam Daftar Pencarian Orang (DPO), dan meminta pula bantuan Interpol untuk mengejar Gunawan, general manager PT Mitra Bangun Griya (MBG) sebelum beralih kepemilikan saham pada 10 Desember 2003, Tjandra Widjaya, bekas Direktur Utama PT MBG, serta tiga bersaudara bekas pemilik Aspac yang pernah membobol kas negara Rp 1,59 triliun: Hendrawan Haryono, Setiawan Haryono, serta Irawan Haryono. Juru Bicara Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya Komisaris Besar I Ketut Untung Yoga Ana mengaku belum memiliki data tentang kelima orang yang masuk dalam DPO maupun dicekal itu. Tapi dia menjelaskan, prosedur pencekalan adalah melalui Kejaksaan Agung. "Pelaksanaannya, imigrasi yang mencekal (melarang orang keluar dari Indonesia)," katanya, Kamis (5/10). Selain itu, kata Ketut Yoga, sesuai prosedur yang biasa, daftar pencarian orang dikirimkan ke seluruh Kepolisian Daerah, Resor dan Sektor hingga seluruh jajaran di Kepolisian RI. "Termasuk juga ke Interpol," ujarnya. Polisi memutuskan mencekal dan menetapkan kelima orang itu sebagai buron setelah mendengar keterangan belasan saksi termasuk notaris yang mengurus pengalihan saham di PT Mitra Bangun Griya: Buntario Tigris Darmawa Ng, Senin lalu. "Keterangan dia mendukung bahwa barang aset sudah berpindah tangan ke BPPN," kata sumber Tempo. Kasus PT Mitra Bangun Griya diusut polisi karena ditemukan unsur kerugian negara. Perusahaan itu tidak menyetorkan hak ekonomi BPPN. PT Mitra Bangun Griya diduga menggelapkan hasil sewa terhadap tenant di gedung Aspac dari tahun 1998-2003. Dana itu tak pernah disetor ke BPPN. "Perkiraan sementara, negara rugi Rp 60 miliar dari penggelapan sewa itu," kata seorang penyidik.Ibnu Rusydi