PKL Kuasai Trotoar, Ombudsman: Satpol PP Terima Uang
Reporter
Friski Riana
Editor
Suseno
Kamis, 2 November 2017 14:29 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ombudsman Republik Indonesia mengungkapkan adanya maladministrasi yang dilakukan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DKI Jakarta dalam penataan pedagang kaki lima (PKL). Berdasarkan hasil investigasi lembaga itu, petugas Satpol PP di lapangan sengaja membiarkan pedagang menempati trotoar.
"Mereka membiarkan PKL menggunakan trotoar, meminta uang, kerja sama dengan preman dan ormas, sehingga tidak menjalankan fungsinya," kata anggota Ombudsman, Adrianus Meliala, di kantornya, Kamis, 2 November 2017.
Tim investigasi diturunkan di sejumlah lokasi yang paling sering dikuasai kaki lima, di antaranya Tanah Abang, Stasiun Manggarai, dan Stasiun Tebet. Di tiga lokasi itu petugas Satpol PP tidak melakukan tindakan apa pun meski melihat PKL berjualan di trotoar.
Larangan untuk berdagang di trotoar diatur dalam Pasal 25 Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2007. Sedangkan pembiaran yang dilakukan Satpol PP jelas-jelas melanggar Pasal 33 Peraturan Gubernur Nomor 221 Tahun 2009.
Baca: Ombudsman Panggil Pemprov DKI Bahas Pelayanan Publik
Selain itu, Ombudsman mendapati petugas Satpol PP justru memfasilitasi pedagang membuka lapak di tempat-tempat terlarang. Sebagai imbalannya, petugas menerima insentif sebesar Rp 500 ribu hingga Rp 8 juta per bulan dari satu pedagang.
Di beberapa lokasi, kata Adrianus, pungutan liar juga melibatkan ketua RT setempat. Misalnya di sekitar Mal Ambassador. Pengurus lingkungan ini memposisikan diri sebagai pemberi izin. "Aliran dana yang masuk lewat ketua RT ini diduga kuat sampai pada oknum kelurahan atau kecamatan," ujarnya.
Temuan ini, ujar Adrianus, memperlihatkan adanya perubahan pola pungutan liar. Sebelumnya, uang setoran langsung diberikan pedagang kepada petugas Satpol PP. Namun, belakangan, setoran untuk polisi pamong praja diberikan melalui orang ketiga, yaitu preman atau organisasi kemasyarakatan.
Informasi yang didapat Ombudsman dari salah satu preman di Tanah Abang, kata Adrianus, ada anggota Satpol PP yang berani menjamin pedagang tidak akan dirazia. Kecuali razia itu dilakukan aparat gabungan yang melibatkan polisi. "Ini mengindikasikan adanya persekongkolan antara preman dan Satpol PP yang mendapat keuntungan dari iuran pedagang tiap bulan," ucap Adrianus.
Investigasi Ombudsman ini digelar pada 9-10 Agustus 2017 di enam lokasi, yaitu Stasiun Manggarai, Stasiun Jatinegara, Pasar Tanah Abang, Stasiun Tebet, wilayah Kecamatan Setiabudi, dan sekitar Mal Ambassador. Metode yang dipakai adalah investigasi tertutup, wawancara tertutup, dan analisis peraturan perundang-undangan.
Kepala Subbagian Umum Satpol PP DKI Lusi Andriani tidak membantah temuan Ombudsman itu. Dia mengatakan sudah berupaya mengantisipasi pungutan liar dan maladministrasi anggotanya terkait dengan penataan PKL. "Tentang disiplin, kami beri peringatan. Bila masih melanggar aturan, kami kasih tindakan disipliner," kata Lusi.