Ahmad Dhani Pilih Bungkam Saat Tiba Jalani Pemeriksaan Polisi
Reporter
Adam Prireza
Editor
Dwi Arjanto
Kamis, 30 November 2017 15:22 WIB
TEMPO.CO, Jakarta -Musikus Ahmad Dhani tiba di kantor Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan sekitar pukul 14.43 WIB untuk memenuhi panggilan pemeriksaan sebagai tersangka dalam kasus ujaran kebencian. Ia hadir bersama kuasa hukumnya, Ali Lubis, sekaligus seluruh tim Advokat Cinta Tanah Air (ACTA).
Namun Ahmad Dhani memilih bungkam dan tidak memberikan komentar apapun kepada awak media. Komentar justru disampaikan oleh juru bicaranya, Aris. Aris mengatakan bahwa kehadiran Dhani hari ini adalah sebagai bentuk pemenuhan kewajiban sebagai warga negara.
Baca : Alasan Ahmad Dhani Santai Cuitannya Tidak Langgar UU ITE
“Kami hadir untuk memenuhi surat panggilan dari kepolisian,” kata Aris di depan pintu masuk Polres Jakarta Selatan, Kamis, 30 November 2017.
Hal yang sama disampaikan oleh kuasa hukum Dhani, Ali Lubis. Selain untuk memenuhi panggilan pemeriksaan, kehadiran Dhani hari ini adalah untuk menyampaikan tiga poin yang menurut Ali merupakan alasan kasus ini harus dihentikan. “Mas Dhani hanya menyampaikan pendapat yang merupakan hak konstitusionilnya yang dijamin oleh UUD 1945.”
Pertama, ia mempertanyakan legal standing pelapor, Jack Lapian. Ali juga mempertanyakan kerugian hukum pelapor sehingga merasa berhak melaporkan kasus ini. “Kebutuhan melaporkan ini apa? Urgensinya apa?,” ujar dia.
Kedua, ali mengatakan bahwa cuitan dalam akun Twitter @AHMADDHANIPRAST yang dilaporkan tidak memenuhi unsur pidana dalam Pasal 28 ayat (2) junto Pasal 45A ayat 2 UU Informasi dan Transaksi Elektronik. Ia merasa tidak ada target spesifik dalam cuitan kliennya. “Kami mempertanyakan suku apa, agama apa, ras apa dan golongan apa yang merasa menjadi target ujaran kebencian,” kata Ali. “Terlebih lagi nama orang, tidak ada.”
Ketiga, Ali menganggap cuitan Ahmad Dhani melalui akun Twitternya merupakan ekpresi ketidaksukaan yang wajar. Menurut dia, perbuatan menista agama merupakan tindak pidana, sehingga wajar bagi kliennya menunjukkan ketidaksukaan tersebut. “Harus dibedakan antara ketidaksukaan yang wajar dan manusiawi dengan kebencian ekstrem yang provokatif,” kata dia. “Sama sekali tidak ada unsur provokatif.”