TEMPO.CO, Jakarta - Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai, penunjukan Hakim Agung Artidjo Alkostar sebagai hakim ketua perkara permohonan peninjauan kembali (PK) vonis penistaan agama yang diajukan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai hal biasa.
Menurut Fickar, Artidjo sosok hakim agung yang jujur, tegas, konsisten, dan bersahaja. Proses penunjukannya pun dinilai telah melalui mekanisme kelembagaan yang diatur Mahkamah Agung. Fickar tak menampik reputasi Artidjo yang terkenal progresif. Namun, siapapun hakim agung yang menangani perkara tersebut harus merujuk kepada aturan hukum acara, baik dalam konteks putusan menghukum, membebaskan, menerima, maupun menolak permohonan PK.
"Oleh karena itu bukanlah hal yang luar biasa perkara PK Ahok ditangani majelis (yang dipimpin) Artidjo," kata Fickar kepada Tempo lewat pesan singkat pada Jumat, 16 Maret 2018.
Artidjo dikenal sebagai hakim yang menangani perkara-perkara berat, khususnya korupsi. Dia juga dikenal tegas dalam memutus perkara. Dalam persidangan kasasi pengacara Otto Cornelis Kaligis, misalnya, Artidjo menjatuhkan hukuman lebih berat ketimbang yang telah diputuskan oleh hakim Pengadilan Tinggi. Artidjo menaikkan hukuman OC Kaligis dari tujuh tahun menjadi sepuluh tahun.
Sejumlah kasus lain yang pernah ditangani Artidjo, yakni perkara korupsi yang menjerat Luthfi Hasan Ishaaq, Anas Urbaningrum, Angelina Sondakh, hingga Akil Mochtar. Selain Artidjo, MA menunjuk Hakim Salman Luthan dan Sumardijatmo untuk memperkuat majelis hakim perkara PK Ahok.
Ahok mengajukan PK atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang menyatakan dia bersalah atas kasus penistaan agama. Permohonan PK itu diajukan pada 2 Februari 2018 oleh kuasa hukum Ahok dan dijadwalkan tuntas di MA dua pekan lagi.
Massa anti Ahok menggelar demonstrasi menuntut Ahok dihukum berat dan mengancam menurunkan massa pada saat sidang PK Ahok digelar di MA. Mereka bahkan menuntut majelis hakim supaya menolak permohonan PK Ahok.
Fickar tak mau memprediksi kemungkinan putusan MA yang bisa saja di bawah tekanan gejolak massa anti Ahok di luar gedung. Fickar berpendapat, semua kembali kepada independensi majelis hakim yang seharusnya tak bisa diintervensi. "Artidjo harus mengesampingkan semua intervensi."