Salah satu perwakilan warga Pulau Pari berorasi saat berunjuk rasa dengan melakukan aksi borgol tangan di depan Pengadilan Negeri Jakarta Utara, 8 Mei 2018. TEMPO/Muhammad Hidayat
TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Selamatkan Pulau Pari menilai dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) terhadap Sulaiman alias Khatur atas kasus pelanggaran ketertiban umum layak dinyatakan batal oleh majelis hakim.
Sulaiman akan menjalani sidang pidana lanjutan dengan agenda putusan sela atas eksepsi kuasa hukumnya siang ini, Kamis, 24 Mei 2018, di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Tigor Hutapea, kuasa hukum Sulaiman dari Koalisi Selamatkan Pulau Pari, mengatakan hakim memiliki tiga alasan kuat untuk membatalkan dakwaan JPU demi hukum.
Salah satunya, sertifikat yang dijadikan dasar penyusunan dakwaan telah dinyatakan maladministrasi oleh Ombudsman RI. Pada April 2018, Ombudsman menemukan adanya maladministrasi dalam proses penerbitan 62 sertifikat hak milik (SHM) dan 14 sertifikat hak guna bangunan (SHGB) di Pulau Pari.
"Termasuk sertifikat atas nama Pintarso Adijanto yang menjadi dasar mengadukan Sulaiman ke polisi," ujar Tigor melalui siaran pers Koalisi Selamatkan Pulau Pari.
Hal tersebut kemudian menjadi alasan lain yang dapat memperkuat keputusan hakim menolak dakwaan JPU, yakni perkara sesungguhnya antara PT Bumi Pari Asri dan Warga Pulau Pari adalah konflik tanah. Adapun Pintarso Adijanto justru merespons konflik tersebut dengan memidanakan Sulaiman.
Alasan terakhir, Koalisi Selamatkan Pulau Pari menemukan kejanggalan dalam surat dakwaan JPU, sehingga koalisi ini menilai surat dakwaan tidak lengkap, tidak cermat, dan tidak jelas.
"Karena itu, sudah sepantasnya hakim menyatakan surat dakwaan penuntut umum tidak dapat diterima," tutur Tigor soal kasus yang menimpa warga Pulau Pari tersebut. "Karena perkara ini adalah konflik tanah dan bukan perkara pidana."